Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuantan Singingi (Kuansing), Desi Guswita, angkat bicara menanggapi serangkaian tuduhan miring yang menerpanya, termasuk isu terkait latar belakang pendidikannya. Politisi kelahiran 1986 ini menegaskan bahwa segala tuduhan tersebut merupakan upaya kriminalisasi untuk meredupkan reputasinya di panggung politik.

Dalam wawancara eksklusif dengan riauin.com pada Jumat (6/5/2025), Desi Guswita menceritakan perjalanan hidupnya yang berliku, mulai dari pendidikan hingga karier politiknya. “Basic saya sebenarnya usaha, latar belakang pendidikan ekonomi. Tapi, masyarakatlah yang meminta saya agar turun ke politik untuk menyuarakan aspirasi mereka,” ujar Desi, yang kini merupakan mahasiswa S2 Ekonomi Universitas Lancang Kuning.

Menanggapi tudingan mengenai riwayat pendidikannya, putri kelahiran Desa Sitorajo Kari, Kecamatan Kuantan Tengah ini menjelaskan bahwa ia menamatkan SD di Desa Pisang Berebus setelah sempat berpindah sekolah. Dari data yang ditunjukkannya kepada riauin.com, Desi merupakan murid berprestasi yang selalu menyabet juara umum di SD dan SMP Negeri 4 (saat itu) di Kari. Ia kemudian berhasil masuk SMA Negeri 1 Teluk Kuantan di kelas unggulan.

Saat SMA, Desi sempat menjajaki dunia tarik suara. Pada tahun 2002, ia bahkan merilis album pertamanya berjudul “Honda Mati Pajak” bersama seniman Kuansing, almarhum Yus Aaw, dan sempat berprofesi sebagai penyanyi selama setahun. Namun, karier musiknya tak bertahan lama karena ia memutuskan untuk menikah atas permintaan orang tuanya dengan Sapto Widodo, seorang ASN yang kini menjadi suaminya.

Pada tahun 2005, ia mengikuti Paket C untuk mendapatkan ijazah setara SMA. Desi melanjutkan pendidikan jenjang S1 di Universitas Lancang Kuning dan berhasil lulus pada tahun 2022/2023 Genap dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,72. Saat ini, Desi telah memasuki semester dua program pascasarjana S2 di universitas yang sama.

Desi Guswita belakangan ini menjadi sorotan publik karena sikapnya yang lantang dan kritis menyuarakan ketidakbenaran serta kebijakan yang tidak pro rakyat. Hal ini berdampak pada berbagai upaya kriminalisasi terhadap dirinya dan keluarganya. Laporan terkait keuangan desa yang melibatkan suaminya, dinilai sebagai serangan balik untuk membungkam sikap kritisnya.