Aroma Korupsi Lelang Angkutan Sampah Makin Kuat Tercium, Inilah Temuan Komisi IV DPRD Pekanbaru
PEKANBARU, SERANTAU MEDIA – Ketidakberesan dalam lelang angkutan sampah yang dimenangkan oleh PT Ella Pratama Perkasa (PT EPP) terus terkuak satu persatu. Arima korupsi dan manipulasi juga semakin kuat tercium.
Hal ini terungkap setelah, anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi bersama pimpinan dan anggota Komisi IV lainnya melakukan tinjauan lapangan ke transdepo di zona 1, Jalan Labersa, Kecamatan Bukitraya, dan transdepo zona 2 di Jalan Haji Samsul Bahri, Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki, Kamis (27/2/2024).
Zulkardi menemukan banyak kejanggalan dalam pengawasan di zona tersebut, termasuk proses lelang yang dinilai tidak sesuai dengan perjanjian kontrak yang diberikan Pemko Pekanbaru melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).
“Mobil angkutan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Contohnya, angkutan sampah seharusnya berusia maksimal lima tahun. Tapi hari ini, kita jumpai masih ada mobil angkutan tahun 2004. Saat lelang, mobil yang didaftarkan berusia muda, termasuk STNK-nya. Namun setelah menang, antara dokumen dan armada angkutan sampahnya tidak sesuai,” ungkap politisi PDIP itu.
Komisi IV juga menemukan fakta, jumlah armada angkutan sampah yang seharusnya 60 unit dalam kontrak, ternyata cuma ada 40 unit di lapangan.
“Sementara 20 unit lagi ini fiktif, dan tidak ada upaya dari pihak PT EPP untuk mengatasi masalah ini. Seperti ada pembiaran dari DLHK,” cetusnya.
Menurut Zulkardi, PT EPP juga belum memiliki izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), yang seharusnya sudah disiapkan sebelum beroperasi.
“Ini (izin) baru akan dibuat. Seharusnya, transdepo hanya boleh beroperasi jika sudah memiliki izin. Tetapi, kenyataannya, mereka beroperasi dulu, baru mengurus izin. Tidak ada keseriusan, ini pelanggaran berat,” tegasnya.
Dalam kontrak disebutkan bahwa transdepo merupakan tempat sementara sebelum sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah seharusnya tidak boleh berada di transdepo lebih dari 24 jam. “Tetapi kenyataannya, tadi kita tanya di lapangan, ada sampah yang sudah berbulan-bulan di sana,” katanya.
Zulkardi juga mengungkapkan bahwa PT EPP diduga mengizinkan angkutan mandiri membuang sampah ke transdepo. Keuntungan yang diperoleh PT EPP dihitung berdasarkan jumlah tonase sampah.
“Seharusnya, tanggung jawab pengangkutan sampah dari masyarakat ada di PT EPP. Tetapi di sini ada penambahan tonase yang dibantu oleh angkutan mandiri, sehingga memudahkan pihak ketiga dalam memperoleh keuntungan dari tonase tambahan ini,” ungkapnya.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya kerugian negara, di mana tonase sampah bertambah akibat penggunaan angkutan mandiri seperti pikap pribadi, yang kemudian memungut uang dari masyarakat.
“Seharusnya, angkutan mandiri tidak boleh membuang sampah ke TPA atau transdepo. Tetapi kenyataannya, hari ini praktik ini dilegalkan dan dibiarkan terjadi,” katanya.
“Kita melihat ada dugaan potensi kerugian negara dalam pengelolaan angkutan sampah ini. Kami meminta aparat penegak hukum untuk lebih waspada dan menindaklanjuti masalah ini,” pintanya.