Kasus Pasien Meninggal Dunia, Ombudsman Kepri Sesalkan Penolakan RSUD Embung Fatimah Batam
TANJUNGPINANG, SERANTAU MEDIA – Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Riau (Kepri) menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya Muhammad Alif Okto Karyanto, 12 tahun, warga Kavling Sei Lekop, Sagulung, Batam. Permasalahan tersebut mencuat setelah Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Embung Fatimah menolak memberikan pengobatan menggunakan BPJS Kesehatan pada Minggu (15/06/2025).
Menurut dr. Lagat Siadari, kepala Ombudsman Kepri, staf rumah sakit menerima pasien larut malam. Anak tersebut sempat dirawat selama beberapa jam, tetapi kemudian dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perawatan BPJS setelah diobservasi.
Tim medis memberi tahu orang tua pasien bahwa mereka harus membayar sendiri biaya perawatan. Karena keterbatasan pendapatan, orang tua pasien membawa pulang anak tersebut, tetapi tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Lagat menegaskan, meski anak tersebut tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan perawatan BPJS, seharusnya tenaga medis mempertimbangkan alasan kemanusiaan untuk tetap merawatnya. Orang tua anak tersebut tidak memiliki cukup dana untuk membiayai perawatan secara mandiri.
“Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 47 Tahun 2018, pasien gawat darurat didefinisikan dengan jelas. Mereka adalah individu yang menghadapi situasi yang mengancam jiwa atau berisiko mengalami kerusakan permanen, yang memerlukan perhatian medis segera. Indikatornya meliputi ancaman terhadap jiwa atau keselamatan, masalah pernapasan atau sirkulasi, penurunan kesadaran, atau intervensi mendesak,” tambah Lagat.
Ombudsman menyesalkan bahwa staf medis menyimpulkan kondisi Muhammad Alif tidak memenuhi standar kedaruratan untuk cakupan BPJS. Sebaliknya, mereka hanya menawarkan perawatan kepadanya jika dibayar secara pribadi. “Itu menunjukkan kegagalan untuk mengenali urgensi kondisinya. Dia meninggal beberapa jam setelah dipulangkan, kemungkinan memburuk di rumah,” kata Lagat.
Ombudsman Kepri menduga RSUD Embung Fatimah menggunakan standar yang berbeda untuk menentukan apakah seorang anak memenuhi syarat untuk mendapatkan perawatan darurat yang ditanggung BPJS. Mereka mungkin menerapkan aturan yang lebih ketat daripada yang diizinkan oleh peraturan.
“Kekhawatiran bahwa BPJS tidak akan menanggung klaim jika pasien tidak memenuhi kriteria tertentu adalah salah,” imbuhnya.
BPJS Kesehatan hanya meninjau dokumen administrasi untuk klaim dan tidak mencampuri diagnosis teknis. Selama rumah sakit memberikan alasan yang jelas, seperti kondisi anak yang lemah atau ketidakmampuan orang tua untuk membayar, BPJS dapat menyetujui permintaan perawatan, bahkan jika kondisi anak tidak memenuhi kriteria yang ketat.
Ombudsman Kepri meminta PERSI (Persatuan Rumah Sakit Indonesia) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Batam untuk mengkaji kasus ini secara adil. Investigasi harus transparan dan hasilnya dipublikasikan agar diketahui publik.
“Peristiwa tragis ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua penyedia layanan kesehatan. Kejadian ini tidak boleh terulang lagi,” kata Lagat. (rri)