Setelah berbulan-bulan usai runtuhnya pemerintahan Hizbullah di Lebanon, parlemen negara itu telah dijadwalkan untuk memilih presiden pada hari Kamis berikutnya (9/1). Sikap ini akan mengakhiri dua tahun wacana politik yang memperburuk krisis keuangan dalam sejarah Lebanon.
Presiden Angkatan Darat Lebanon, Joseph Aoun (60 tahun), dijadikan calon paling kuat.
Beberapa analis pembantu berkata dia memiliki peluang besar untuk memimpin upaya netralitas Lebanon selatan, yang masih rapuh setelah berakhirnya konflik besar dengan Israel pada bulan November sebelumnya.
Meski bernama belakang sama, Joseph Aoun tidak memiliki hubungan keluarga dengan mantan Presiden Lebanon, Michal Aoun, dan mantan Panglima Angkatan Bersenjata Lebanon.
Kosongnya jabatan kepala negara terjadi sejak masa jabatan Michel Aoun berakhir pada Oktober 2022.
Kekosongan jabatan ini menambahkan museum kejayaan-lepas kekuasaan politik di Lebanon. Sebelumnya, negara itu pernah menghadapi kekosongan sepanjang hampir 2,5 tahun antara Mei 2014 dan Oktober 2016 sebelum Michel Aoun dipilih sebagai presiden.
Sistem pembagian kekuasaan berdasarkan agama di Lebanon sering menjadi penyebab kebuntuan politik dan prosedur.
Ketegangan ini meningkat pasca aliansi antara Partai Gerakan Patriotik Bebas, yang diketuai oleh Michel Aoun, dan Hizbullah mulai longgar.
Setelah masa jabatan Michel Aoun berakhir, Hizbullah mendukung Suleiman Frangieh, pemimpin Gerakan Marada, yang memiliki hubungan dekat dengan mantan presiden Suriah Bashar al-Assad.
Namun, Frangieh harus bersaing dengan Joseph Aoun, yang meskipun tidak secara resmi mencalonkan diri, dianggap sebagai pesaing utama. Sementara itu, kelompok-kelompok yang menentang Hizbullah mengusung kandidat lain seperti Jihad Azour.
Pemilihan presiden terakhir pada Juni 2023 gagal untuk kedua kalinya setelah aliansi yang dipimpin Hizbullah mundur dari Parlemen, mematahkan ambang batas suara setelah Frangieh kalah dalam putaran pertama suara atas Azour.
Namun, dinamika politik berubah secara drastis setelah perang dengan Israel, yang melemahkan posisi Hizbullah secara signifikan. Grup militan Syiah itu juga kehilangan tokoh utamanya, Hassan Nasrallah.
Sementara itu di Suriah, sekutu lama mereka, Presiden Bashar al-Assad, jatuh beberapa bulan yang lalu.
Tekanan Internasional
Pemilihan presiden ke-13 ini dilakukan di tengah tekanan yang makin kuat dari luar negeri.
Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Yves Le Drian, dan diplomat AS, Amos Hochstein, telah meminta banyak kepada anggota parlemen Lebanon agar proses pemungutan suara ini bisa berhasil.
Perdana Menteri sementara Najib Mikati mengekspresikan optimisme menjelang sidang.
.
Duta Arab Saudi juga melakukan kunjungan intensif, memperkuat dukungan Riyadh dan Washington terhadap Joseph Aoun.
Tantangan Besar Menghadang Presiden Baru
Menurut sistem politik Lebanon yang berbasis pada pembagian kekuasaan berdasarkan agama, presiden harus berasal dari komunitas Kristen Maronit.
Untuk menang, Joseph Aoun berharusnya menerima dukungan dua pertiga dari parlemen, atau setidaknya 86 suara dari total 128 anggota parlemen.
Jika gagal, proses pemilihan suara akan berlanjut ke putaran kedua dengan mayoritas sederhana, yaitu 65 suara.
Jika dilantik, Joseph akan menjadi panglima militer kelima yang menjabat presiden.
Tapi Konstitusi ini harus diamandemen agar Berdirinya dia bisa dilakukan, karena polemik mengenai apakah seseorang yang memegang jabatan tinggi dalam beberapa tahun terakhir lalu boleh menjadi presiden.
Presiden baru akan dimulai dengan menjaga perdamaian di perbatasan Israel, membangun kembali wilayah yang rusak karena konflik, hingga membentuk pemerintahan baru yang sanggup melaksanakan reformasi ekonomi.
Sejak 2019, Lebanon telah terjebak dalam krisis keuangan dan menurut Bank Dunia, sudah lebih buruk lagi karena adanya perang antara Hizbullah dan Israel yang menyebabkan kerugian ekonomi sebanyak lebih dari USD 5 miliar.