Bahkan setelah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
akan dilaksanakan.
“Saya berkeyakinan bahwa ada kemungkinan akan ada perubahan terhadap Pasal 222 UU Pemilu dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (8/1/2025).
.
Dia juga men牲ukan, pemerintah dan DPR akan mendengar semua saran dan pertimbangan yang disampaikan oleh semua pihak dan kelompok yang memiliki kesan, termasuk dari partai politik yang mencegat pemilu dan partai politik yang tidak mencegat pemilu, akademisi, hingga tokoh masyarakat noble.
“Dengan demikian, kita perlu merumuskan satu norma baru yang menggantikan Pasal 222 UU Pemilu dengan perkataan-perkataan yang sesuai dengan kemajuan zaman di masa depan serta sesuai dengan lima teknik rekayasa konstitusional atau “engineering konstitusi” dalam pertimbangan hukum mahkamah konstitusi,” katanya.
Pakar hukum tata negara ini menegaskan, pemerintah menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan syarat ambang batas calon presiden dan wakil presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“dan tidak ada usaha hukum apa pun yang dapat dilakukan,” kata Yusril.
Lebih lanjut, Yusril berpandangan, ambang batas pencalonan presiden sebenarnya tidak ada dan tidak mungkin akan ada jika dihubungkan dengan Pasal 22E UUD NRI 1945 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A, ambang batas pencalonan presiden
Pasal 6A UUD Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilihan umum (anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Tetapi, menurut Yusril, ada rekayasa konstitusional yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu, yakni ambang batas pencalonan presiden.
Dia mengatakan, keputusan sebelumnya itu diputuskan MK karena untuk memperkuat sistem presidensial.
Ha.:, Putusan Mahkamah Konstitusi No 62/PUU-XII/2024 pada 2 Januari 2025 kemarin malah mengubah pendapat Mahkamah Konstitusi sebelumnya.
Setelah diuji 32 kali, hanyalah pada pengujian ke-33nya, Pilau Mahkamah (MK) baru mengabulkannya. Jadi ada khalifah qadim atau pendapat lama dan khalifah jadid atau pendapat baru di MK,” katanya.
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dikeluarkan, kemudian harus disahkan oleh DPR.
Jika aturan itu diterapkan lagi.
“Saya bisa membayangkan atau memprediksi bahwa kemungkinan besar MK akan menggagalkan kembali ketentuan undang-undang yang berisikan ambang batas presiden itu lagi,” ujar Yusril.
Tidak ada teks yang diberikan untuk difrasaikan.
Sudah diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi telah menghapus ambang batas pencalonan presiden karena ketentuan tersebut dinilai menghalangi hak warga negara untuk memilih calon pemimpin mereka.
.
Meskipun demikian, MK juga menyediakan lima poin pedoman rekayasa konstitusional untuk merevisi UU Pemilu guna menghindari terlalu banyaknya pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, menjelaskan bahwa meskipun kemunculan banyak pasangan calon dalam kontestasi dapat menciptakan antusiasme, namun ketegangan ini tidak dapat menjamin dampak positif bagi perkembangan dan kestabilan proses demokrasi presidensial di Indonesia.
- Semua partai politik yang mengikuti pemilihan umum (pemilu) berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.
- Pengusulan pasangan calon presiden-wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau perolehan suara sah secara nasional.
- Dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres, partai politik (parpol) peserta pemilu dapat bergabung selama gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi yang dapat membatasi pilihan pemilih.
- Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan diberikan sanksi larangan mengikuti pemilu periode selanjutnya.
- Tentang perumusan yang dikaitkan dengan rekayasa konstitusional, termasuk perubahan Undang-Undang Pemilu, harus melibatkan partisipasi dari semua pihak yang bertanggung jawab mewujudkan pemilu yang jujur.