Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Dr. Suhardiman Amby, melantik sejumlah staf khusus di Gedung Abdoel Raoef Teluk Kuantan pada Senin, 16 Maret 2025, melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: kpts/03. Pelantikan tersebut menjadi kontroversi karena bertentangan dengan larangan BKN. Langkah ini dipandang sebagai simbol keberanian atau mungkin pembangkangan seorang kepala daerah.
Suhardiman Amby menegaskan bahwa para staf khusus yang dilantiknya tidak akan menerima gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia menyatakan, “Mereka mewakafkan diri untuk membantu saya. Tidak ada gaji yang akan mereka terima dari APBD.”
Pakar hukum tata negara Universitas Riau, Zul Wisman SH MH, menyoroti larangan pengangkatan pegawai non-ASN sebagai Pegawai Pemerintah Daerah yang telah disampaikan oleh Kepala BKN. Zul Wisman menekankan pentingnya asas profesionalitas dalam penerimaan Pegawai Pemerintah/Pemda.
Zul Wisman juga menyoroti bahwa kepala daerah harus menunjukkan kepatuhannya kepada peraturan perundang-undangan dan himbauan Pemerintah Pusat dalam dimensi negara hukum. Ia menegaskan pentingnya menjaga harmoni antara pemerintah pusat dan daerah.
Meskipun staf khusus tidak menerima gaji dari APBD, ada pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas kinerja mereka. Apakah pengangkatan staf khusus, bahkan tanpa gaji, dapat mengganggu profesionalisme birokrasi yang sudah ada?
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Ini juga menjadi pengingat bahwa dalam negara hukum, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan adalah fondasi utama dalam menjalankan roda pemerintahan.
Sejauh mana otonomi daerah dapat dijalankan tanpa melanggar kebijakan nasional? Bagaimana potensi konflik kepentingan jika staf khusus memiliki kepentingan pribadi atau kelompok? Apakah pengangkatan staf khusus, bahkan tanpa gaji, dapat memengaruhi motivasi dan kinerja pegawai ASN yang sudah ada? Semua pertanyaan ini masih membutuhkan jawaban yang komprehensif.