Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di sepanjang bantaran Sungai Kuantan, tepatnya di Desa Pulau Aro, Kecamatan Kuantan Tengah, kembali mencuat dan meresahkan warga. Setelah sempat terhenti sehari sebelumnya, dugaan kuat akibat isu pungutan liar oleh oknum Ketua RT setempat, puluhan rakit PETI dilaporkan kembali beroperasi, Sabtu (27/6) malam. Meski jumlah rakit yang beroperasi tidak sebanyak hari-hari sebelumnya, warga Desa Pulau Aro mengeluhkan suara bising mesin penambang yang mengganggu ketenangan malam mereka.
Sebelumnya, belasan rakit PETI diketahui beroperasi di lokasi ini, yang disebut-sebut sebagai “daerah basah” bagi penambang. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa satu rakit bisa menghasilkan hingga 50 gram emas dalam semalam, menjadikan lokasi tersebut incaran utama para penambang ilegal. Kembalinya praktik PETI ini menimbulkan keresahan yang mendalam di kalangan masyarakat, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, mulai dari kerusakan lingkungan parah hingga potensi konflik sosial di kemudian hari.
Warga dan berbagai pihak mendesak aparat berwenang untuk segera mengambil tindakan tegas demi menghentikan praktik ilegal ini. Menanggapi maraknya kembali PETI, akademisi Riau, Zul Wisman SH MH, menyoroti lambatnya respons dari pihak berwenang. “Bupati, Kapolres, Kejari, Danramil/Koramil kenapa diam?” tanya Zul Wisman. Ia mempertanyakan mengapa perbuatan hukum yang jelas-jelas dilarang, terutama yang berkaitan dengan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup berdasarkan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dibiarkan terus berlangsung.
“Apapun bentuk perbuatan ilegal harus ditertibkan, apalagi ini problem lingkungan hidup yang jelas-jelas pelanggaran atas ketentuan larangan, pelanggaran atas kewajiban setiap orang akan lingkungan hidup (melestarikan ekosistem sungai) yang dilanggar,” tegas Zul Wisman. Ia juga mendesak agar para pelaku PETI diberikan edukasi, dan bagi yang membandel, harus ditangkap serta dikenakan sanksi pidana sesuai regulasi yang berlaku.
Selain itu, Zul Wisman juga menyayangkan sikap masyarakat Kuantan Singingi yang terkesan diam. “Dilain sisi kenapa masyarakat Kuansing juga diam? Apakah sungai kuantan tak dipandang lagi sebagai sumber kehidupan?” ujarnya prihatin. Ia menekankan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena yang akan rugi adalah masyarakat Kuantan Singingi secara umum, dengan ekosistem sungai yang rusak total dan tidak lagi mampu menopang kehidupan.