banner 728x250

Wacana Ujian Nasional Diberlakukan Lagi,Perhimpunan Pendidik dan Guru Tolak Jika jadi Syarat Lulus

banner 120x600
banner 468x60

Menluhartonomendidik.htm menjelaskan bahwa pihaknya belum mengambil keputusan mengenai kembalinya Ujian Nasional (UN).

banner 325x300

Dia mengatakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi masih melakukan kajian terhadap penerapan kembali Ujian Nasional.

Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih meminta saran dari berbagai pihak terkait kebijakan pendidikan.

Adikarya Perhimpunan Pendidik dan Guru (AKP2G) merespons gagasan penggunaan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026.

Direktur Advokasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan, Iman Zanatul Haeri ini meminta jangan gegabah dalam menghidupkan kembali UN.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Rakyat, dan Olahraga (Kemendikbud Ristek) sebelum Undang-Undang (UU) Nasional atau UN dicanangkan kembali.

Pertama-tama, asesmen terstandar untuk murid yang diselenggarakan harus memiliki tujuan yang jelas, fungsi yang spesifik, anggaran biaya yang terang, pengikut yang dihasiatkan, instrumen yang digunakan, gambaran teknis yang akurat, dan dampak yang hanya itu saja.

“Menggunakan UN sebagai kriteria kelulusan siswa tentu tidak dapat diterima karena merupakan jenis tes yang menghasilkan tekanan tinggi bagi para siswa,” kata Iman melalui pernyataan tertulis pada Minggu (5/1/2024).

Hal yang perlu diperhatikan, kata Iman, adalah kriteria penilaian untuk siswa yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan.

Berikut adalah kriteria asesmen, yaitu asesmen dirancang sesuai tujuan sistem pendidikan, asesmen bersifat low-stake (tidak ada risiko dari capaian akademik siswa), dan asesmen yang memuat informasi komprehensif berkaitan dengan input, proses, dan output pembelajaran.

Selain itu, Iman menyatakan bahwa UN zaman dulu menyunat FIFAungsi asesmen sumatif bagi siswa, formatif bagi sekolah.

Bahkan dijadikan alat penyingkiran siswa masuk ke jenjang pendidikan di atasnya dalam proses Penyunatan Nilai Ujian Nasional (UN).

Nilai UAN ditulis di belakang ijazah sebagai tanda sertifikasi (penyertifikasi) capaian belajar seorang siswa.

“Universal Negara (UN) di masa lalu sangat tidak adil, hanya berorientasi pada aspek pembelajaran, memanipulasi proses pendidikan itu sendiri, dan mengategorikan mana mata pelajaran penting dan yang tidak,” kata Iman.

Pada masa pemerintahan Anies Baswedan dan Muhajir Effendi sebagai Mendikbud, Iman mengatakan Ujian Nasional (UN) tetap dilaksanakan, namun tidak lagi menjadi penentu kelulusan pelajar.

Iman mengatakan bahwa UN yang akan dikembalikan ke Mendikdasmen Abdul Muti bisa saja seperti era Mendikbud Muhajir.

Namun harus jelas tentang tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasinya, dan dampaknya

“Apa itu tesnya berdasarkan subjek pelajaran, apa saja? Empat subjek yaitu Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau malah semua mata pelajaran yang diujikan?” tanya Iman.

Menurutnya, skema UN yang pernah dilakukan di SMA/SMK/MA adalah 3 Matakuliah Wajib ditambah 1 Matakuliah Peminatan.

“Dengan jelas ini mendiskriminasikan mata pelajaran wajib lainnya seperti Pendidikan Pancasila, PJOK, Seni Budaya, dan Pendidikan Agama,” ujarnya.

Jika UN bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum, menurut Iman, harusnya semua mata pelajaran di Standar Isi yang diujikan.

Selain itu, jika UN berbasis mata pelajaran, akan ada resiko besar dalam hal biaya. Biaya UN sebelumnya telah menguras APBN hingga Rp 500 miliar.

“Anggaran APBN untuk Kemdikbudristek 2025 sebesar Rp 33,5 triliun. Membayangi kurangnya demikian raksasa itu akan mengganggu program prioritas kependidikan lainnya,” tambah Iman.

P2G menilai bahwa perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan guna pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah Undang-Undang Pendidikan.

Kemudian P2G berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Ketiga, P2G menyarankan agar Evaluasi Pendidikan Nasional (apapun namanya) yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terintegrasi, bersifat tidak mengancam (low-stakes), tidak berbasis Mata Pelajaran, dan fokus pada kemampuan dasar.

Departemen Pendidikan Menengah, kata Iman, sebaiknya menitikberatkan evaluasi untuk pengukuran kemampuan dasar siswa, yaitu kemampuan membaca (literasi) dan kemampuan berhitung (numerasi).

“Periode Nadiem sampai sekarang ini sudah dilakukan Asesmen Nasional (AN), tapi banyak kekurangannya,” kata Iman.

Kelemahan secara AN, adalah metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan terpercaya.

Maka, konten dan model soal AKUASA ini merupakan gabungan antara model soal PISA dan TIMMS. Peduli bahwa keduanya sama-sama memiliki indikator penilaian yang berbeda.

AN diasosiasikan dengan menciptakan diskriminasi kepada guru dan siswa yang minim akses internet, perangkat digital, dan listrik.

Faktanya, soal AN lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *