banner 728x250

UMR Jogja Minggir Lur, Rumah Makan Padang Payakumbuah Arief Muhammad Buka di Jogja

banner 120x600
banner 468x60

Sebagai mahasiswa di Jogja, apalagi yang setiap hari lewat Jalan Laksda Adi Sucipto, tentu tidak asing dengan papan nama baru yang mencolok di kawasan Papringan, dekat pertigaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ya, Rumah Makan Padang Payakumbuah milik Arief Muhammad akhirnya membuka cabang di Jogja!

Lokasinya cukup strategis, terletak di Jalan Laksda Adi Sucipto No. 178 Kav. 7-8, Papringan, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Jika masih bingung, itu loh, persimpangan dekat kampus saya, UIN Sunan Kalijaga. Setiap hari saya lewat situ, dan papan nama restoran itu selalu membuat saya berpikiran dua hal, “Wah, ingin mencoba makan di sana nih” dan “Ah, harga es teh Rp10 ribu? Mending lewat saja dulu.” Sebagai mahasiswa, saya memang masih setia dengan prinsip “mendang-mending”. Ya, mending makan di warung nasi ayam Pring Ori atau RM Padang langganan saya, seperti Duta Minang, Sederhana, atau Al Razzaq. “Yang penting kenyang,” begitu prinsip saya dan dompet saya.

banner 325x300

Apa yang Membuat RM Payakumbuah Menjadi Tempat yang Spesial?

Fakta menunjukkan, nama Rumah Makan Padang Payakumbuah milik Arief Muhammad sudah sangat terkenal di kalangan pecinta makanan, terutama pecinta masakan Padang. Dengan logo yang kuat dan konsep modern, restoran ini berhasil menarik perhatian, khususnya di kota-kota besar seperti Yogyakarta. Tapi apakah logo saja cukup untuk membuat restoran Padang ini sukses di Jogja? Mari kita bahas.

Jogja dikenal sebagai kota dengan biaya hidup murah. Bahkan, statusnya sebagai “kota mahasiswa” membuat harga makanan di sini bersaing ketat. UMR Jogja saja masih di bawah Rp3 juta. Lalu, apakah wajar restoran dengan harga fancy entry-level buka di sini? Apakah Jogja sudah siap menerima restoran Padang yang harga tehnyanya saja Rp10 ribu? Kenyataannya, tetap ada peluang untuk restoran seperti itu. Setiap kali saya lewat, selalu ada mobil-mobil diparkir rapi di depan Warung Padang Payakumbuah. Tapi ya memang, yang makan di sana kebanyakan “kamu yang bermobil”.

Mengeksplorasi, Tapi Belum Berani Menginjakkan Kaki

Sebagai mahasiswa yang sudah sangat akrab dengan aroma gulai dan rendang (meskipun yang murahan atau abal-abal), saya tentu penasaran. Namun keinginan saya selalu kalah dengan kenyataan isi dompet. Bayangkan, harga satu hidangan di situ bisa setara dengan tiga porsi di warung Padang yang biasanya saya kerjakan. Teman saya yang orang asli Jogja bahkan berkomentar, “Wah, Jogja: Padang Sederhana, Duta Minang, Padang Giwangan, Padang Andalas saja sudah cukup.”

Bagi saya, ini bukan hanya soal nilai harga, tapi juga ironi. Ketika banyak mahasiswa seperti saya sibuk mencari pilihan yang murah, restoran seperti Payakumbuah tampil percaya diri, yakin bahwa Jogja memiliki pasar yang pas untuk mereka. Apakah karena isyarat branding semata? Ataukah mereka memang menawarkan sesuatu yang unik? Belum saya tahu, karena saya belum pernah mencobanya. Mungkin jika ada kupon diskon mahasiswa, baru saya akan mampir.

Pertanyaan Anda Siapa Aku, Semua Ada Segmen Dari Aku

Dalam dunia kuliner, kisah “harga sesuai kualitas” pun tetap bernanosembah. RM Padang Payakumbuah menawarkan pengalaman bersantap makanan Padang dengan bunyi modern, mulai dari suasana tempat, tampilan merek yang terlihat mewah, hingga penyajian makanannya. Jelas, inilah yang berbeda dari RM Padang klasik yang memprioritaskan harga yang murah dan porsi yang besar.

Tapi, seperti kata teman saya, “Jogja itu sederhana. Orang Jogja kalau makan di warung Padang ya yang biasa-biasa saja.” Namun, harus diakui, kehadiran restoran seperti ini memberikan warna baru dalam dunia kuliner Jogja. Jogja tidak lagi sekadar kota gudeg dan wartel, tapi juga menjadi panggung untuk restoran berkonsep kekinian.

Benarkah Payakumbuh Hanya Berhasil Membangun Branding?

Tidak ada yang salah jika restoran seperti Payakumbuah mengandalkan branding. Branding adalah senjata utama mereka untuk menarik pelanggan baru. Tapi tentu saja semua kembali ke selera dan daya beli masing-masing. Yang menyukai kedai tersebut, ya sesuai saja. Yang merasa tidak wajar dengan harganya, ya cari pilihan lain. Yogyakarta punya banyak juga pilihan warung Padang dengan harga sabagai (lebih murah). Selain itu, di dunia bisnis, setiap produk mempunyai target pasarnya sendiri. Tidak perlu iri atau kecewa. Kalau tidak sesuai, ya lewatkan saja. Seperti pepatah modern, “Bukan salah wanitia tersebut kalau harga nggak cocok sama kantongmu.”

Jogja, Kota Semua Kemungkinan

Kehadiran RM Padang Payakumbuh di Yogyakarta memang menarik untuk diamati. Di satu sisi, ini membuktikan bahwa Yogyakarta terus berkembang menjadi kota dengan daya tarik kuliner yang semakin variatif. Di sisi lain, ini menjadi pengingat bahwa Yogyakarta tetaplah Yogyakarta. Meski restoran mewah mulai bermunculan, warung makan murah meriah tetap menjadi pilihan utama mayoritas warganya.

Jadi, apakah saya akan mencoba makan di Payakumbuah? Mungkin suatu saat, ketika saya merasa ingin memberi hadiah pada diri sendiri (self reward) setelah selesai skripsi. Untuk sekarang, biarkan restoran itu jadi tempat makan para “orang bonus” mobil. Saya akan tetap setia dengan warung Padang favorit yang lebih dekat dengan dome mahasiswa.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *