banner 728x250

Timothy Ronald: Orang Kaya Nggak Ada yang Beli Nyicil, Karena Nyicil Itu Sistem yang Diciptakan Untuk Orang Menengah

banner 120x600
banner 468x60

Timothy Ronald adalah salah satu pengusaha muda berbakat bangsa Indonesia yang mulai terkenal di kancah bisnis dan keuangan internasional.

Dia adalah pendiri Akademi Crypto, sebuah platform pendidikan yang berfokus memberikan pengetahuan tentang investasi kripto.

banner 325x300

Selain itu, Timothy juga aktif sebagai investor dan pembuat konten, terutama dalam bidang pendidikan keuangan.

Gaya berbicaranya yang agak tegas tapi penuh makna membuatnya punya banyak pengikut setia, terutama dari kalangan generasi muda yang melihat investasi.

Akun tersebut menampilkan pernyataan Timothy yang cukup menggelitik beberapa orang.

Dalam videonya, Timothy menjelaskannya mengenai kebiasaan mencicil barang seperti mobil atau kebutuhan lainnya.

Ia mengatakan bahwa orang kaya tidak pernah membeli pada sistem cicilan. Menurutnya, sistem cicilan itu sebenarnya dirancang untuk kelas menengah agar tetap “terjebak” dalam siklus utang.

Seperti biasanya, banyak juga yang setuju, tapi tidak sedikit juga yang merasa pernyataan ini perlu dipikirkan lebih dalam. Mari kita membahas lebih lanjut isi pernyataan Timothy!

Dalam videonya, Timothy Ronald menjelaskan bahwa orang kaya lazimnya lebih suka membeli barang secara tunai alias cash, bukan dengan cara mencicil. Kenapa begitu?

Menurutnya, cicilan itu sebenarnya bukan strategi keuangan yang menghasilkan untung, tapi malah menjebak kelas menengah.

Orang kaya tidak memerlukan cicilan karena mereka sudah memiliki uang lebih dari cukup untuk membayar secara langsung.

Sementara itu, kelas menengah sering kali merasa “mampu” membeli sesuatu karena ada pilihan tempo cicilan.

Padahal, menurut Timothy, sistem cicilan itu bernhak dirancang untuk mengutamakan agar orang-orang selalu utang.

Kenapa cicilan dianggap jebakan?

Timothy mengatakan bahwa kelas menengah yang sering mencicil sering terjebak dalam siklus utang yang tidak ada habisnya.

Misalnya, mereka membayar cicilan mobil atau gadget mahal dengan asumsi bahwa penghasilan bulanan bisa mencukupi tagihan cicilan tersebut.

Tapi kenyataannya, dengan inflasi yang terus berlanjut dan meningkatnya harga barang, pengaruh pembelian mereka justru terkurangi.

Upah yang stabil tidak cukup untuk menutupi kebutuhan lain, apalagi bila ada pengeluaran mendadak.

Mereka menjadi lebih fokus untuk “menutup utang” daripada mengembangkan aset atau meningkatkan kekayaan.

Untuk menggambarkan situasi ini, Timothy menggunakan perbandingan hamster di oatmeal.

Kelas menengah seperti seekor hamster yang terus berlari di roda tanpa berhenti. Mereka bekerja keras setiap hari, tapi outputnya hanya cukup untuk membayar cicilan dan biaya-biaya bulanan.

Tidak ada kemajuan yang spesifik dalam kehidupan mereka karena penghasilan yang dihasilkan segera habis untuk membayar utang, memenuhi kebutuhan dasar, atau sekadar bertahan hidup.

Timothy juga menyatakan bahwa sistem ekonomi saat ini memang dirancang untuk menjaga agar kelas menengah tetap tinggal di “posisi bawah.”

Caranya melalui inflasi dan berbagai kebutuhan yang selalu meningkat nilainya.

Misalnya, biaya PCR di masa pandemi yang bisa mencapai ratusan ribu rupiah, harga masker yang melonjak tajam, dan kebutuhan lain yang tiba-tiba menjadi wajib.

Orang dewasa terus diperas poligan penghasilannya sehingga tidak punya ruang untuk menabung atau berinvestasi.

Jadi, inti pandangan Timothy adalah:

Orang yang kaya membeli cash, orang kelas menengah tergoda dengan sistem cicilan. Sistem cicilan ini seperti jebakan yang membuat orang menengah kesulitan meningkatkan status sosial. Inflasi dan biaya kebutuhan hidup bertindak seperti dingin hukuman untuk kelas menengah. Kelas menengah berlari cepat tapi tidak pernah bertambah kaya.

Menurut Timothy, kalau terus seperti ini, kelas menengah tidak akan pernah keluar dari lingkaran utang.

Mereka harus sadar dan mulai mengelola keuangan secara cerdas agar tidak terus menjadi “target” sistem ini.

Pernyataan Ronald Timothy soal cicilan sebagai “jebakan” kelas menengah ini tergantung pada keadaan kita sehari-hari, ada yang relevan dan ada juga yang tidak relevan.

Pertimbangkan lebih lanjut, siapa sih yang tidak tertarik dengan cara membayar cicilan?

Tentu saja, era sekarang ini, hampir semua barang—dari mobil, gadget, sampai alat elektronik kecil seperti penghisap debu—bisa dibeli dengan skema cicilan.

Pengibarannya sangat menarik, ada yang bahkan mengkelas dengan tawaran 0% bunga. Tetapi apakah ini sebenarnya solusi atau malah memunculkan masalah lebih lanjut?

Banyak orang kelas menengah yang akhirnya “tersesat” dalam gaya hidup konsumtif karena cicilan ini. Misalnya, mereka merasa mampu membeli mobil baru atau gadget mewah karena ada skema cicilan.

Padahal, ketika dibayar secara angsuran, harga total barangnya menjadi lebih mahal karena ada biaya administrator atau bunga yang terkait.

Akhirnya, uang yang seharusnya dialokasikan untuk sesuatu yang produktif (seperti investasi atau tabungan darurat) malah habis untuk membayar utang.

Pernyataan Timothy ini mungkin dimaksudkan untuk mengemukakan pernyataan bahwa kelas menengah sering terjebak di tempat mereka. Mereka tidak dapat naik kelas dan menjadi orang kaya karena terlalu sibuk membayar angsuran cicilan.

Sistem ini membuat mereka seperti hamster yang terus berlari di roda, bekerja keras setiap bulan, tapi tidak memiliki sialan penghasilan untuk menyimpan atau menginvestasikan. Dalam jangka panjang, ini membuat mereka sulit untuk mencapai kebebasan keuangan.

Lalu bagaimana dengan inflasi?

Timothy mengatakan, inflasi itu 100% nyata. Harga barang dan kebutuhan setiap hari terus meningkat, tetapi gaji rata-rata orang tidak berubah.

Harga rumah, bahan makanan, atau biaya pendidikan terus naik, sementara cicilan juga terus berjalan. Ini membuat kelas menengah semakin tertekan dan hanya bisa “selamat,” bukan berkembang.

Pandangan ini menarik karena membuat kita memikirkan kembali kebiasaan finansial kita. Kadang, harga cicilan dianggap solusi nyaman, tapi sebenarnya malah menjadi beban.

Apakah kita benar-benar membutuhkan barang tersebut, atau kita merasa tergoda oleh promo pembayaran cicilannya?

Selain itu, topik ini juga relevan karena berkaitan dengan pola hidup yang berlaku di kalangan generasi sekarang, yang sering terfokus pada konsumsi daripada investasi.

Pernyataan Timothy adalah sebuah klarifikasi mengenai kenyataan ekonomi yang memperjelasnya.

Ia tidak hanya mengacu pada masalah utang, melainkan juga menunjukkan bagaimana sistem ekonomi beroperasi dan mengapa kalangan menengah rentan terhadap godaan cicilan.

Hal ini menjadi lembaga mengajar, tidak hanya saat ini, tetapi juga sebagai bekal keuangan di masa depan.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *