Pemerintahan Prabowo Subianto akan menghadapi tantangan jauh lebih berat dibandingkan dengan pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya.
Menurut Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, pemerintahan Prabowo akan memasuki masa yang sangat menantang dengan adanya empat potensi krisis besar yang mengancam.
“Pak Prabowo tidak beruntung seperti Pak Jokowi. Pak Jokowi menerima rangkapemerintahan dengan keuangan yang kuat, moneter yang stabil. Nah sekarang Pak Prabowo menghadapi situasi pemerintahan yang lebih berat,” kata Wija dalam Webinar: Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo, Rabu (22/1).
Tujuan Energi Makanan yang Dapat Ditanam (DSR) Indonesia yang mencapai sekitar 50% pada tahun 2025.
Persoalan moneter, spesifiknya mata uang rupiah melemah padahal melibatkan kejadian harga barang ekspor kokoh dan masukan dana melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRI) dan tambahan faktor kenegaraan global yang makin aktif.
krisis industri, di mana manufaktur hanya mewakili 18% Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2024 atau mengalami penurunan dari 22% pada tahun 2010.
Krisis lapangan kerja, yakni 10 juta Gen Z menganggur, gagal memanfaatkan bonus demografi, pekerja sektor informal yang meningkat, hingga tren PHK yang terus berlanjut.
“Ini benar-benar era kritis bagi Indonesia,” katanya.
Menurutnya, jika Prabowo bisa mengelola tantangan ini dengan baik, Indonesia memiliki kemungkinan besar untuk berkembang menjadi negara berpendapatan tinggi dan bisa melampaui Malaysia dalam waktu singkat.
Namun, Wija mengingatkan bahwa jika kebijakan yang diambil tidak tepat dan tantangan-tantangan tersebut tidak dapat diatasi, Indonesia berada dalam bahaya terjebak dalam kondisi pendapatan kelas menengah yang stagnan tanpa kemajuan signifikan menuju status negara maju.
“Tapi lebih genting lagi kalau kita terjebak di golongan menengah, katanya.