Manusia adalah makhluk sosial. Menurut Aristoteles—seorang filsuf dari Yunani— manusia adalah makhluk yang akan selalu berasosiasi dengan manusia lainnya. Dalam kehidupan modern, semua manusia terhubung melalui inovasi teknologi yang maju, memungkinkan setiap individu untuk bersosialisasi tanpa batasan ruang dan waktu. Segala bentuk media komunikasi di media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, dan sebagainya menjadi ruang bagi para individu untuk dapat saling berinteraksi, membentuk sebuah jaringan dan komunitas virtual untuk sesama. Oleh karena itu, dengan adanya media sosial, masyarakat mulai mengenal suatu peristiwa bernama tren. Segala sesuatu yang saat ini sedang dibicarakan, diperhatikan, dikenakan, atau dimanfaatkan oleh banyak masyarakat pada saat tertentu disebut sebagai tren.
Semua orang menjadi fokus pada sesuatu yang lagi heboh di kalangan masyarakat. Karena itu, saat sesuatu sedang viral, orang-orang sering kali bergabung dengan apa yang sedang berlangsung agar tidak merasa ketinggalan. Fenomena ini disebut FOMO atau Fear of Missing Out. Menurut Przybylski, FOMO adalah indra kemaluannya pada kehilangan momen penting yang orang atau kelompok lain tak dapat ambil bagian, sinyal keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui internet atau dunia maya. Semuanya berujung pada peningkatan rasa cemas individu, khususnya zaman sekarang generasi muda ikut tren-tren yang ada agar terus tersembunyi dengan dunia maya. Tren fashion, film, makanan, atau tempat berkumpul, jadi-pun alasan bagi generasi muda untuk spioko. bila fenomena ini berlanjut, berisiko membawa dampak negatif kepada para individu atau kelompok.
Sebaliknya dengan FOMO, JOMO atau Joy of Missing Out merupakan kondisi di mana manusia mengambil kesempatan untuk berpisah secara sadar dari dunia internet dan mengalami kehidupan yang sebenarnya tidak bergantung pada internet. Dengan menerapkan JOMO, seseorang dapat fokus pada kebutuhan pribadi dan kehidupan sosial di sekitarnya. Tidak hanya melihat di dunia maya, JOMO membantu individu untuk mengurangi tingkat kecemasan karena merasa tertinggal atau tidak terhubung dengan orang lain di dunia virtual. Dengan JOMO, setiap manusia dapat lebih bijak dalam mengelola penggunaan internet karena lebih mengerti dampak yang dapat terjadi jika terlalu bergantung pada kehidupan di dunia maya. Dengan menjalani gaya hidup JOMO, kita dapat meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik dari sebelumnya karena JOMO adalah salah satu kunci untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan hidup.
Pentingnya menetapkan gaya hidup JOMO dibandingkan FOMO.
Berikut data survei menunjukkan bahwa selebriti 638 di Indonesia, sekitar 64,6% atau 412 atau mengalami FOMO di media sosial. Keinginan untuk selalu terhubung dengan apa yang sedang terjadi di internet membuat seseorang menjadi kecanduan dan tidak ingin terlepas dari hal tersebut. Hal ini dapat menyebabkan seseorang merasakan tingkat kecemasan yang tinggi, gangguan pada waktu tidur, bahkan dapat berujung pada depresi. Dengan terus merasakan FOMO, seseorang tidak dapat puas terhadap dirinya sendiri dan nantinya akan berdampak pada tingkat kepercayaan diri seseorang. Tidak hanya itu, keadaan finansial pun dapat terkena dampaknya.
Keakhiran individu yang konsumtif dapat terjadi akibat fenomena takut kehilangan kesempatan (FOMO). Sering kali, kita melihat makanan-makanan atau barang yang sedang menjadi topik hangat di media sosial. Contohnya, seperti saat ini cokelat Dubai menjadi bahan perbincangan hangat. Banyak orang yang berusaha mendapatkan cokelat tersebut pada perhiasan masing-masing. Selain karena ingin mencoba rasa cokelat itu, fakta bahwa itu menjadi suatu fenomena hangat di antara orang-orang membuat seseorang tergerak untuk mengikuti momen tersebut. Mereka rela untuk bepergian ke luar negeri, atau mengikuti layanan jasa titip untuk mendapatkan keadaan di dunia maya yang terus terupdate.
Kondisi untuk selalu terus update pada akhirnya bisa membuat seseorang merasa lelah karena apa yang dicari bukanlah sesuai dengan keinginannya karena itu semua hanya sekedar sesaat. Dalam waktu tersebut yang sia-sia keluar hanya untuk memenuhi feelings FOMO, bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Kita bisa fokus pada diri sendiri dibandingkan menghabiskan waktu hanya untuk mengikuti tren agar merasa terlibat. Membutuhkan perawatan mental sangat penting, karena itu sudah waktu untuk melepaskan gaya hidup FOMO menjadi JOMO.
Dengan menggelmini JOMO, kita dapat menjadi lebih fokus pada ketenangan emosional. Setiap individu belajar untuk menghargai dan menikmati hal-hal sederhana tanpa harus mengikuti kegiatan yang sedang tren. Ini mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak diukur dari validasi sosial, tetapi dengan ketenangan batin. Tak hanya itu, gaya hidup JOMO juga membantumu dalam mengurangi perbandingan sosial. Meningkatnya rasa ketidakpuasan diri akibat FOMO dapat berdampak pada tingkat perbandingan sosial yang tinggi antar individu. Oleh karena itu, JOMO berperan penting dalam memberikanmu ketenangan pada kehidupan sehari-harimu.
Singkirkan Keinginan untuk Menangkap Semua Moment
Mengurangi Gejala FOMO dengan Berikut 6 Langkah
Untuk mengurangi pola hidup yang cenderung melihatally harga diri karena berbagai hal
1. “Membatasi penggunaan digital: ah seperti media sosial adalah langkah awal yang tepat karena terkadang membuat perilaku
penggunaan produk digital meningkatkan gejala FOMO.” Lakukan detoksifikasi media sosial dengan cara membatasi penggunaan sehingga hanya *1-2 jam/hari* atau mematikan notifikasi **untuk mengurangi gangguan dan melakukan perbandingan dengan orang lain
2. Fokus pada hal-hal yang ada di sekitar, dengan demikian dapat menjadikan diri lebih mensadari apa apa yang dapat diperbuat dari hindri- hari
3. Atasi kegandrungan netizen dengan mencoba hal-hal baru di lingkungan sehari-hari, seperti pasif mengikuti *membaca buku* untuk mngemobilitas pemikiran dan
mengadakan *melakukan remidasi/meditasi* untuk menenangkan ruang batin dari kejadian yang turut menimpa kehidupan.
Mari kita tinggalkan gaya hidup FOMO dengan langkah-langkah tersebut dan kemudian beralihlah ke JOMO. Sebab pada akhirnya, hidup dengan pola JOMO berarti kita melepaskan ketergantungan pada dunia internet dan menemukan kebahagiaan dan ketenangan hati. Jika Anda ingin memulai perjalanan menuju kehidupan yang lebih berarti dan menyenangkan, tahun baru 2025 adalah waktu yang tepat.