Istri dari Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, Riset, dan Teknologi dalam Kabinet Presiden Prabowo adalah sosok pada15915511
Nabi Satryo Soemantri Brodjonegoro baru-baru ini menjadi perhatian karena himpunan besar pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Kemendikti Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) melakukanProgressDialog
Salah satu tulisan pendemo rakyat adalah: “Institusi Negara bukanlah Komersialisasi Milik Pribadi”
Lantas siapa sosok istri dari Satryo Soemantri Brodjonegoro?
Satryo Soemantri Brodjonegoro menikahi Silvia Ratnawati Brodjonegoro.
Dari pernikahan itu, Satryo memiliki dua orang anak, salah satunya adalah Diantha Soemantri, yang diangkat sifatnya menjadi guru besar Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia pada usia 42 tahun.
Awal Mula Perkara
Ketua Paguyuban Pegawai Kemendikti Saintek Suwitno mengatakan, masalah yang ada di Kemendikti Saintek tidak baru-baru ini saja terjadi.
Tetapi sudah dimulai sejak adanya perubahan kepemimpinan baru setelah Prof. Satryo ditunjuk sebagai Mendikti Vokasi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Pemecatan jabatan itu, kata Suwitno, dilakukan tanpa cara yang menarik atau jujur.
“Tapi dengan cara tidak bergaya, cara tidak adil, cara juga tidak sesuai prosedur,” kata Suwitno di Kantor Kemendiktim TI, Jakarta, Senin (20/1/2025) menurut Kompas.com.
“Maksudnya juga terjadi sebenarnya di Jebologist yang lama dan salah seorang direktur di lingkungan Jebologist itu ditangani tidak adil,” lanjutnya.
Lalu, masalah semakin rumit setelah salah satu pejabat aparatur sipil negara (ASN) bernama Neni Herlina mengaku digugurkan dari jabatannya oleh Prof. Satryo secara sewenang-wenang.
Neni, kata Suwitno, mendapat tanggung jawab mengelola semua rumah-rumah tangga di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Tetapi karena ada kesalahpahaman dalam menjalankan tugas, Neni tiba-tiba dipecat oleh Profesor Satryo.
Bila pegawai melakukan kesalahan, itu bisa ditindaklanjuti dengan penjatuhan hukuman disiplin.
“Tapi harus jelas prosedurnya, ini tidak dilakukan sama sekali. Bahkan diusir dan diberhentikan katanya, bahkan diminta angkat kaki,” ia mengatakan.
Karena itu, Paguyuban Pegawai Kemendikti Saintek melaksanakan aksi ini sebagai sebuah peringatan dan menunjukkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa menteri yang dilantik telah bertindak sewenang-wenang.
Terutama kepada pejabat atau kepada Bapak Presiden sebenarnya sendiri yang secara langsung mengangkat dan menunjuk beliau sebagai Menteri.
[Mungkin sudah saatnya untuk melanjutkan atau menyelesaikan hal ini?
“Orang anak muda yang seharusnya menjadi contoh, apalagi di pendidikan tinggi,” demikian ucapnya mengenai pejabat tersebut.
Sementara itu, Neni Herlina menganggap pemecatannya sangat tidak adil dan sepihak, serta dilakukan dengan tidak adil dan tidak manusiawi.
Neni mengaku, masalah antara dia dan Prof. Satryo memulai dari meja yang harus dia letakkan di ruang kerja Prof. Satryo, yang ternyata dianggap tidak sesuai oleh istrinya, Prof. Satryo.
“Waktu itu, istri saya sampai meminta ganti meja itu,” katanya. “Karena ke kantor saya, setelah pelantikan selesai, kata hakim yang sekarang sudah pensiun itu bilang seperti itu,” kata Neni.
“Saya besoknya dipanggil itu, tapi aku tidak tahu apa yang harus dilakukan,” ucap dia.
Neni pun merasa takut dan bingung bagaimana ia harus bereaksi, apakah harus pergi ke kantor atau tidak.
“Tidak ada suratku juga. Soalnya sudah terlalu sombong di depan anak magang, di depan staf-staf saya, gitu. Menyulitkan saya kan,” pungkas Neni.
Pengakuan Neni Herlina
Pegawai Kantor Departemen Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Departemen Kemendikti), mengadakan aksi demonstrasi dugaan pemberhentian pegawai tidak sesuai prosedur oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Neni Herlina, pegawai Kemendikbudristek yang meninggalkan jabatannya oleh Satryo, menyatakan bahwa penyingkiran dirinya dilakukan tidak adil.
Pemecatan itu, kata Neni, sama sekali disangsikan dengan adanya masalah pergantian meja kerja di ruangan Satryo.
“Saya pikir saya telah diragu-idabkan saat pertama kali masalah itu muncul. Meja itu milik kakak, sebenarnya cukup untuk diganti saja. Sejak itu saya diundang untuk hadir kembali. Bila kamu lagi melakukan kesalahan, kata kakak, saya akan mengeluarkan kamu,” ujar Neni di acara demonstrasi di kantor Kemendikbudristek, Senin (20/1/2026).
Dia menyatakan bahwa permintaan pergantian meja itu dikemukakan oleh istri Satryo.
Berdasarkan Neni, itu permintaan yang diajukan sewaktu Satryo menjabat sebagai Mendiktisaintek secara resmi.
“Pertanyaannya saat itu meminta ganti meja dari istrinya. Karena ke kantor, setelah persoalan pelantikan selesai,” ujar Neni.
Mengapa Mentri Ditunjuk Jagal Bersalah?
Neni mengaku celos oleh Satryo tentang penggantian meja tersebut.
Bahkan, Neni menegaskan bahwa Satryo memintanya dipindahkan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendiknas).
“Aku disuruh ke Dikdasmen aja, keluar ke sana,” kata Neni.
Pemecatan itu, menurut Neni, bahkan diumumkan oleh Satryo di hadapan pegawai Kemendiktisaintek dan magang.
“Baru maksudnya sudah keterlaluan saja di depan anak magang, di depan staffer-saffer saya,” ucapnya.
“Teman-teman Saya Ketakutan Bekerja”
Ia berharap tindakan dari Paguyuban Pegawai Dikti hari ini dapat mencegah kasus tersebut sampai pada pegawai lain.
“Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi. Jadi teman-temanku itu harus bekerja keras menghilangkan rasa takut. Jadi tidak mau ada Neni-neni lain, yang semena-mena diminta pergi begitu saja,” pungkasnya.
Sepertinya tadi siang puluhan pegawai Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemdikbudristek) menggelar demo mengecam dugaan PKD pegawai di depan Kantor Kemdikbudristek, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Dalam aksi itu, petugas menggunakan seragam hitam dan mengibarkan bendera protes Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Dalam aksi tersebut, para pegawai menggunakan pakaian berwarna hitam dan membentangkan spanduk rasa protes melawan Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro.
“Negara bukanlah Badan Usaha Milik Pribadi,” tulis spanduk aksi tersebut.
Presiden Unit Pegawai Kementerian Dikti, Suwitno, mengemukakan bahwa selama ini prosedur mutasi jabatan di Kementerian Dikti dilakukan tidak sesuai prosedur.
“Hal itu adalah pergantian jabatan pimpinan yang biasa. Namun, cara-cara yang digunakan tidak menarik, tidak adil, dan tidak sesuai dengan prosedur, katanya Suwitno.
Puncak kekecewaan di kalangan pegawai Kemendikbud adalah kerenanya pemecatan salah satu pegawai setengah waktu di bagian kemasyarakatan Kemendikbud.
Suwitno mengatakan proses pendisiplinan pegawai seharusnya diprosedurkan.
“Jika karyawan melakukan kesalahan, itu memang dapat diikuti dengan pemutusan sanksi disiplin. Tapi harus jelas prosedurnya, ini tidak dilakukan sama sekali,” kata Suwitno.
Tanggapan Kemendikti Saintek
Akhirnya Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) berbicaralah soal Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Setelah para pegawai Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berkumpul melakukan aksi protes di depan gedung kantor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (20/1/2025) pagi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikti Saintek, Prof. Togar M Simatupang, mengatakan bahwa pihak Kemendikti Saintek menghargai semua bentuk penyampaian aspirasi dari pegawai.
Padahal, kantornya merasa harus ada saran yang lebih baik lagi untuk menyampaikan aspirasi, yaitu melalui rapat forum.
“Benar-benar masih terdapat ruang dialog yang lebih baik dan kita tetap memiliki tangan terbuka, pikiran terbuka, dan pencapaian yang optimal,” ujar Profesor Togar kepada wartawan, Senin (20/1/2025) seperti dilansir dari Kompas.com.
Prof. Togar juga menyatakan itu bukanlah pemecatan sepihak dan secara sebenarnya masih terbuka opsi lain bagi pegawai yang sudah dipecat tersebut.
Sedang dalam proses dan tentu saja terbuka untuk pilihan lainnya, bukan hitam putih,” ucapnya. “Tidak baik terlalu reaktif dan tidak pernah adanya dialog.