Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte, yang dikenal dengan julukan “The Punisher,” adalah salah satu tokoh politik paling kontroversial dalam sejarah modern Filipina dan bahkan mungkin dunia. Dilahirkan pada 28 Maret 1945 di Maasin, Leyte, Duterte tumbuh dalam lingkungan keluarga politikus, dengan ayahnya, Vicente Duterte, mantan gubernur provinsi Davao, dan ibunya, Soledad Duterte, seorang guru dan aktivis sosial.

Sejak muda, Duterte dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak segan menggunakan cara-cara tegas dalam menyelesaikan masalah. Setelah menyelesaikan studi hukum di San Beda College, ia memulai kariernya di bidang hukum sebelum akhirnya terjun ke dunia politik sebagai jaksa di Davao.

Pada tahun 1988, Duterte terpilih sebagai Walikota Davao, sebuah kota di bagian selatan Filipina yang saat itu dikenal sebagai salah satu kota paling berbahaya di negara tersebut. Dengan kebijakan tangan besinya, ia berhasil mengubah Davao menjadi kota yang lebih aman, meskipun dengan metode yang kontroversial.

Nama Duterte mulai mencuat di kancah nasional karena pendekatannya yang agresif, bahkan dituding bekerja sama dengan regu tembak yang mengeksekusi tersangka kriminal tanpa proses hukum. Laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia menyebutkan bahwa ribuan orang tewas dalam eksekusi di luar hukum selama masa kepemimpinannya di Davao.

Pada tahun 2016, dengan janji utama untuk mengakhiri kejahatan dan narkoba dalam waktu enam bulan, Duterte mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Filipina. Dengan retorika populis dan dukungan kuat dari rakyat yang lelah dengan tingginya tingkat kriminalitas, ia memenangkan pemilu dengan suara mayoritas.

Duterte secara terbuka menyatakan bahwa kebenciannya terhadap narkoba berakar dari pengalamannya sebagai jaksa dan walikota, di mana ia melihat langsung bagaimana narkoba menghancurkan kehidupan banyak orang. Ia sering mengutip kasus-kasus di mana pengguna narkoba melakukan kejahatan brutal, termasuk penghilangan nyawa orang dan rudapaksa terjadi.

Sebagai walikota, Duterte menerapkan kebijakan tanpa toleransi terhadap narkoba dan kriminalitas. Ia mendorong kepolisian untuk menindak tegas para pengedar dan pengguna narkoba, sering kali dengan kekerasan. Salah satu kelompok yang paling terkenal adalah Davao Death Squad (DDS), yang menurut berbagai laporan hak asasi manusia, bertanggung jawab atas ratusan hingga ribuan pembunuhan di luar hukum.