Polemik yang terjadi dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dinilai bukan sekadar persoalan kepengurusan, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola organisasi serta kepemimpinan yang kurang berorientasi pada kepentingan bersama. Menurut Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi, S.E., M.B.A., M.M., Dewan Penasihat Forum Pemred Media Siber Indonesia (SMSI) yang juga Anggota Tim Ahli Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan (Polkam), kegaduhan ini harus segera diselesaikan secara bermartabat dengan tetap berpegang pada konstitusi organisasi.
Keputusan Dewan Kehormatan PWI terkait pemberhentian Hendry Ch Bangun (HCB) harus dihormati apabila telah sesuai dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) organisasi. Namun, jika ada indikasi ketidakadilan dalam proses tersebut, maka mekanisme internal harus menjadi jalur utama dalam penyelesaiannya. Saurip Kadi juga menyoroti proses hukum yang tengah berjalan di kepolisian terkait kisruh ini, menginginkan penyelesaian hukum yang cepat dan tegas untuk memberikan kepastian.
“Polemik ini bukan sekadar soal kepemimpinan, tetapi juga mencerminkan adanya kepentingan-kepentingan yang tidak sejalan dengan semangat profesionalisme pers. Jika tidak segera diselesaikan, kepercayaan publik terhadap pers nasional bisa semakin menurun,” tegas Saurip Kadi. Ia juga menekankan pentingnya dialog terbuka melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk para tokoh senior, untuk mengembalikan marwah PWI sebagai organisasi yang menaungi insan pers.
Saurip Kadi menilai bahwa reformasi kelembagaan di PWI perlu dilakukan agar konflik serupa tidak terulang di masa mendatang. Ia menekankan perlunya penguatan sistem pengawasan dan penegakan disiplin organisasi untuk mencegah kepentingan pribadi atau kelompok tertentu merusak nama besar PWI. Sebagai langkah penyelesaian, Saurip Kadi menyerukan rekonsiliasi antara pihak yang berseteru dengan mengutamakan kepentingan organisasi dan profesi wartawan secara lebih luas.
“PWI harus kembali menjadi rumah besar bagi para wartawan, dengan menjunjung tinggi profesionalisme dan etika jurnalistik. Jangan sampai organisasi ini terpecah hanya karena konflik kepentingan yang tidak sejalan dengan visi besar pers nasional,” pungkasnya. Ia juga merekomendasikan pertemuan rekonsiliasi yang melibatkan mediator independen yang kredibel untuk memastikan proses penyelesaian berjalan objektif dan adil, serta mengimbau agar semua pihak menghentikan klaim sepihak yang dapat memperkeruh keadaan.