Perjalanan panjang melawan diskriminasi Uni Eropa yang dilancarkan terhadap komoditas kelapa sawit Indonesia mendapatkan titik terang.
(WTO) menetapkan sistem perdagangan Internasional (World Trade Organisation – WTO) telah menentukan Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang tidak adil serta sangat merugikan bagi minyak sawit (palm oil) dan bahan bakar nabati atau biofuel yang dihasilkan dari Indonesia.
).
(RED) II.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, kemenangan ini membuktikan Indonesia mampu bertarung untuk kepentingan nasional di panggung internasional.
“Saya berharap agar kita bisa menang,” kata Airlangga dalam keterangan resmi yang diterima , Jumat (17/1).
“Jadi, biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai kebijakan, itu ga ada pilihan dunia harus menerima, bahwa tidak hanya biodiesel berbasis minyak sayur seperti kol (rapeseed), soya (soybean), dan lain-lain, tetapi juga yang berbasis pada CPO,” katanya.
Atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi, Perancis telah terbukti melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbasis minyak sawit.
Pihak Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel yang berbasis dari minyak Canola dan kedelai.
Airlangga menyampaikan, keputusan tersebut akan disetujui dalam waktu 60 hari dan akan berlaku untuk Indonesia dan Uni Eropa.
Dengan demikian, Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Aturan Delegasi terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.
(EUDR).
Dimana sebelumnya Uni Eropa secara resmi menerima rencana penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun, hingga tanggal 30 Desember 2025 mendatang, yang menunjukkan ketidaksiapannya Uni Eropa.
Dia mengatakan, keputusan WTO tersebut tentu merupakan tambahan kekuatan bagi Indonesia yang sedang berupaya menentang kebijakan EUDR.
“Indonesia akan terus menolak kebijakan yang diskriminatif dan tidak mendukung kepentingan rakyat, terlebih karena lebih dari 41% penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia adalah petani rakyat,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, ini juga memberi peluang bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi pelaksanaan agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi lagi.
“Dengan kemenangan ini, saya berharap awan-awan yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA bisa hilang dan kita bisa segera menyelesaikan IEU-CEPA,” tandasnya.
Perjanjian CEPA-IEU (Indonesia – Uni Eropa) adalah kesepakatan kerjasama ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa.
Saat ini Indonesia masih dalam proses penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas Eropa-Indonesia (IEU-CEPA), dan proses negosiasi sudah dilakukan selama 7 tahun, dengan total 18 kali pertemuan.
Perjanjian ini bertujuan meningkatkan kerjasama ekonomi antara kedua negara dan memberikan manfaat yang sama bagi kedua pihak.