JAKARTA — Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh BRICS. Keanggotaan Indonesia itu menjadi momentum bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, untuk menjalankan politik luar negerinya dengan lebih aktif.
Ada banyak pendapat yang bertentang. Apalagi BRICS sering menghadapi sikap oposan terhadap kebijakan-kebijakan Barat yang dipelopori oleh Amerika Serikat. Di sisi lain, peta politik global mulai berubah. Konservatisme kembali bangkit ketika Donald Trump terpilih menjadi presiden AS.
Kerja sama dengan kelompok tersebut harus ditanggapi dengan adanya kekompakan dalam kelompok ekonomi dunia untuk menyelamatkan diri dari bencana ekonomi RegexOptions dictionaryWith blocker HDass Reactivation terutama negara maju dan menengah serta status nyata.
Apa yang Membuat Indonesia Ingat Lagi Kluster Energinya?
Pada negara-negara BRICS, termasuk setelah masuknya Indonesia, saat ini merepresentasikan 35% PDB global. BRICS melalui beberapa kesempatan juga menjadi pusat alternatif untuk menentang kekuasaan Barat di bidang ekonomi. Mendekonversi dolar menjadi salah satu misi BRICS untuk mengurangi andil pendapatan mereka atas Amerika Serikat.
:
Meskipun, sosok Donald Trump yang akan dilantik bulan ini sebagai presiden Amerika Serikat menjadi tantangan bagi kampanye pendubas- redundasi BRICS. Pengalaman beberapa tahun lalu, kebijakan populisme Trump pada masa pertama masa jabatannya sebagai presiden telah membawa ketidakstabilan dunia.
Perang dagang, terutama dengan China, benar-benar mengguncang ekonomi global. Kebijakan ini sepertinya juga akan dilanjutkan dalam periode kedua Presiden yang akan segera dimulai dalam beberapa hari ke depan. Tarif akan kembali digunakan sebagai senjata.
:
Selama kampanye wicht doodolarisasi. Catatan yang perlu diperhatikan, pada tanggal 2 Desember 2024 lalu, Trump telah mengancam untuk mengenakan tarif 100% kepada BRICS jika ‘ngotot’ membuat mata uang baru.
“Pikiran bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauhkan diri dari dolar sedangkan kita berdiri dan menonton pun sudah berakhir,” ujar Trump.
Ancaman itu, meskipun hanya retorika, tidak boleh dianggap remeh. Pengalaman krisis perdagangan beberapa tahun yang lalu adalah bukti. Di satu sisi, Indonesia memiliki kepentingan besar terhadap AS. AS telah menjadi negara utama tujuan impor barang ekspor Indonesia. Bahkan, AS terus mencatat defisit perdagangan dengan Indonesia.
Bilangan Perdagangan Luar Negeri AS terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa 2020-2024
Tahun |
Ekspor |
I |
Defisit |
2020 | 7.383 | 20.198,2 | 12.815,2 |
2021 | 9.380,8 | 27.048 | 17.667,3 |
2022 | 9.836 | 34.542,8 | 24.706,8 |
2023 | 9.838,3 | 26.798,4 | 16.960 |
2024 | 9.236,9 | 25.611,3 | 16.374 |
Angka-angka dalam juta US$, Januari-November 2024: sumber: Cencus.gov
Berdasarkan data BPS, definisi negara lain (di luar Indonesia). Surplus neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) meningkat pada tahun 2021 menjadi sekitar $14,5 miliar. Perkembangan ini terus meningkat pada tahun berikutnya (2022) hingga mencapai $16,5 miliar. Namun, melihat tren di tahun 2023, surplus perdagangan Indonesia dengan AS mengalami penurunan menjadi sekitar $11,9 miliar.
mencapai US$16,3 miliar.
Dengan ukuran perdagangan yang signifikan antara Indonesia dan Amerika Serikat, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan kebijakan luar negeri. Salah mengambil jumlah kebijakan, bisa menjadi bencana bagi perekonomian.
Bahkan pada masa jabatan pertama Trump, Indonesia pernah menjadi sasaran ancaman penyelidikan oleh otoritas perdagangan AS karena kebijakan pemungutan pajak digital yang mengincar korporasi-korporasi multinasional dari AS.
Komentar Pemerintah Soal BRICS
Pada sisi lain, Wakil Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa Indonesia tak pernah mengganggu kepentingan Amerika Serikat (AS) sejak resmi bergabung menjadi anggota penuh aliansi BRICS.
Menurutnya, setiap ancaman yang dilontarkan oleh Donald Trump tidak perlu khawatirakan. Dipertimbangkanlah, karena Indonesia merupakan negara dengan sikap geopolitik bebas aktif.
“Tidak perlu khawatir (dengan Amerika Serikat) karena kita bebas untuk bertindak aktif, ya. Kita bisa bekerja sama dengan berbagai pihak dan tidak akan mengganggu kepentingan Amerika Serikat dalam hal ini,” katanya kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (7/1) malam.
Dia menyatakan bahwa ancaman Trump karena adanya implementasi konsep dedolarisasi atau menghapus penggunaan dolar AS dalam transaksi sebagai agenda BRICS, merupakan hak negara.
Meskipun begitu, kita melihat banyak negara yang sudah memiliki sistem tersendiri untuk mengurangi ketergantungan transaksi dagang dengan dolar AS.
Kalau toh ada [ancaman Trump soal dedolarisasi], itu kan termasuk hak negara, ya. Kita mau melakukan transaksi, sekarang pun kita sudah punya sistem untuk bisa langsung [transaksi tanpa dollar AS]. Kalau kita berdagang dengan China, itu sudah ada sistemnya, Rupiah langsung ke Yuan, dan Malaysia juga punya sistem itu,” katanya.
Di sini nouāĩgetto bahwa sampai sekarang belum ada kejutan protes dari Amerika Serikat mengenai sistem ini. Mengingat, pendiversifian sudah ada lama. Misalnya, yuan sudah dipertimbangkan sebagai mata uang transaksi dagang, tanpa harus dicomversi terlebih dahulu ke dollar Amerika Serikat.
Penggunaan mata uang lain daripada dolar, kata Mari Elka, merupakan perubahan dalam keuangan internasional yang pasti akan terjadi. Lalu dolar masih dari segi dominan digunakan dalam transaksi perdagangan ataupun sebagai aset.
Ini benar-benar suatu prediksi pertama kalinya ya bahwa masyarakat tidak akan mengecam apa yang kita lakukan. Dan saya pikir ini merupakan sebuah perkembangan dalam dunia finansial internasional melalui waktu.