Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan, kenaikan tarif PPN ini hanya berlaku untuk barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat yang mampu. Seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar, rumah mewah, dan barang-barang lain dengan harga tinggi. Sementara untuk barang-barang kebutuhan pokok tetap tidak mengalami perubahan, PPN tetap 0%.
Ekonom Josua Pardede menganggap kebijakan ini sebagai upaya menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan. Dengan membebankan pajak lebih tinggi pada barang keamanan, beban pajak menjadi lebih sesuai dengan kemampuan untuk membayar.
dikutip Senin (6/1/2025) lalu.
Ia juga menambahkan, kebijakan ini dapat membantu mengendalikan konsumsi barang-barang sekunder dan tersier, misalnya mobil mewah, sehingga sumber daya negara lebih fokus untuk mendukung sektor yang paling penting. Meski berpotensi mengurangi pendapatan negara dari barang-barang non-mewah, penetapan tarif 12% bagi barang-barang mewah diproyeksikan meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
Ini benar bahwa ‘Pendapatan dari konsumsi barang mewah masyarakat yang berada akan memberikan kontribusi besar pada perolehan uang, nantinya dapat digunakan untuk program-program sosial seperti subsidi dan bantuan untuk masyarakat rentan,’ tuliskan Josua.
Namun, Josua mengingatkan pemerintah harus menyediakan dana tambahan untuk program-program yang menguntungkan rakyat. “Selain itu, pemerintah juga harus melakukan langkah-langkah untuk mengurangi inflasi agar masyarakat bisa tetap memiliki daya beli.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 telah selesai dan akan segera diterbitkan. “PMK ini akan memberikan kejelasan barang-barang mewah mana saja yang dikenai tarif PPN 12 persen,” tukasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa tarif PPN barang dan jasa, kecuali barang mewah, akan tetap berada di tingkat 11% dan bahwa barang PPN 0% seperti bahan pokok, tidak akan terkena dampak kebijakan ini.
