Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi modus pencairan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) dengan potongan 15 persen telah mengungkapkan bahwa praktik tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2020, pada masa pandemi Covid-19. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Selasa, 27 Mei 2025.

Dalam sidang tersebut, terdapat lima orang saksi yang berasal dari Bagian Umum Sekda Kota Pekanbaru yang dihadirkan untuk memberikan keterangan. Mereka antara lain adalah Darmanto, Staf Bagian Umum Sekda Kota Pekanbaru, dan Kasubag Keuangan Sekda Kota Pekanbaru, Wiwin Arifin.

Selain itu, terdapat juga Darmansyah THL, yang merupakan sopir eks terdakwa Novin Karmila, serta Ayu Apriliani dan Juprizal THL di Bagian Umum Sekda Pekanbaru. Tiga terdakwa dalam perkara ini adalah eks Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa, eks Sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan eks Plt Kabag Umum Pemko Novin Karmila.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK meminta penjelasan dari saksi Darmanto mengenai proses alur pemotongan Ganti Uang (GU), Persediaan Uang (UP), dan Tambahan Uang (TU). Menurut Darmanto, ketiganya memiliki alur yang berbeda, di mana GU dibayar setelah kegiatan dilaksanakan, UP sebelum kegiatan dilaksanakan, dan TU merupakan uang yang digunakan sebelum kegiatan dilaksanakan.

Selanjutnya, JPU KPK bertanya mengenai persentase pemotongan yang dilakukan, apakah sebesar 15 persen. Darmanto mengkonfirmasi bahwa potongan sebesar 15 persen diambil dari setiap PPTK dan dialokasikan untuk Kabag.

JPU KPK juga menanyakan mengenai sejak kapan pemotongan 15 persen ini berlangsung. Saksi menyebutkan bahwa potongan tersebut sudah ada sebelum Novin Karmila menjabat sebagai Plt Kabag Umum Sekda Kota Pekanbaru, di mana pada masa itu Kabagnya adalah Hariadi Wiranata. Potongan tersebut juga telah ada sejak sebelumnya, di mana Kabag Umumnya adalah Basri.

Dakwaan JPU KPK menyebutkan bahwa Risnandar Cs diduga melakukan korupsi senilai Rp8,9 miliar, dengan rincian masing-masing menerima sejumlah uang. Risnandar menerima Rp2,9 miliar, Indra Pomi Nasution Rp2,4 miliar, Novin Karmila Rp2 miliar, dan Nugroho Dwi Putranto, ajudan Risnandar, menerima aliran rasuah senilai Rp1,6 miliar.