Pekanbaru, TNN – Kepolisian Daerah (Polda) Riau berhasil membongkar jaringan kejahatan siber yang memanipulasi data administrasi kependudukan (adminduk) untuk melancarkan aksi penipuan online. Dalam pengungkapan ini, empat tersangka berinisial RWY, FHS, SP, dan seorang wanita berinisial RW berhasil diamankan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, didampingi Kabid Humas Kombes Pol Anom Karbianto dan Kasubdit Siber Ditreskrimsus, Kompol Dany Andhika Karya Dita, menyampaikan pengungkapan kasus ini dalam konferensi pers di 91 Command Center Mapolda Riau, Rabu (30/4/2025).
Kombes Ade Kuncoro menjelaskan, kasus ini bermula dari patroli siber rutin Subdit V Ditreskrimsus Polda Riau pada 15 April 2025. Dari patroli itu, ditemukan akun Facebook bernama “Sultan Biro Jasa” yang menawarkan jasa pembuatan berbagai dokumen adminduk palsu, seperti KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, NPWP, kartu BPJS, hingga buku nikah.
RWY, pemilik akun tersebut, ditangkap pertama kali pada 23 April 2025 di Jalan Lintas Pekanbaru – Taluk Kuantan. Polisi menemukan dua KTP palsu atas nama Ramadani dan Erawati serta satu buku nikah palsu. Biaya pembuatan dokumen palsu itu pun cukup tinggi: Rp5 juta untuk dua KTP dan Rp2,5 juta untuk buku nikah.
FHS berhasil diamankan pada 24 April 2025 di Jalan Melati, Kecamatan Marpoyan Damai. Ia berperan menerbitkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan memesan blangko KTP kosong dari SP, seorang honorer di Kantor Pencatatan Sipil Kecamatan Pinggir. Sementara tersangka wanita RW bertugas menerbitkan buku nikah dan mengurus surat pindah dengan memanfaatkan koneksi di Bekasi.
Para tersangka mengakui telah menjalankan kejahatan ini sejak tahun 2024, dengan keuntungan Rp650 ribu per dokumen KTP dan NIK. Dokumen palsu tersebut digunakan untuk meloloskan BI Checking, pengajuan pinjaman online, dan membuka rekening bodong guna kejahatan penipuan siber.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 35 Jo Pasal 65 ayat (1) UU RI No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan/atau Pasal 266 Jo Pasal 55, 56 KUHP tentang pemberian keterangan palsu, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.
Kombes Pol Ade Kuncoro menegaskan, “Ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba mempermainkan data kependudukan demi keuntungan pribadi.”