Pemerintah Provinsi Riau menghadapi potensi defisit anggaran yang mencapai Rp3,5 triliun pada tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Taufik Oesman Hamid, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Riau. Defisit ini muncul setelah dilakukan kalkulasi ulang terhadap realisasi pendapatan tahun 2024 yang menyebabkan terjadinya tunda bayar sejumlah kegiatan.
Dalam keterangannya, Taufik menjelaskan bahwa realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2024 hanya mencapai 85,38 persen berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) per 31 Desember 2024. Akibatnya, terdapat potensi pendapatan yang tidak tercapai sebesar Rp1,6 triliun lebih, yang berdampak pada terjadinya tunda bayar atas berbagai kegiatan pada tahun tersebut.
“Memperhatikan kondisi realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2024 yang hanya mencapai 85,38 persen, terdapat potensi pendapatan yang tidak tercapai sebesar Rp1,6 triliun lebih, sehingga berdampak terjadinya tunda bayar atas kegiatan pada tahun 2024. Untuk itu, perlu dilakukan kalkulasi kembali terhadap APBD Provinsi Riau Tahun 2025,” jelas Taufik, usai mengecek ketersediaan sembako jelang lebaran di Komplek Pergudangan Bulog, Jalan Sudirman Pekanbaru, Senin (24/3/25).
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau telah diminta melakukan evaluasi dengan memperhatikan realisasi pendapatan dalam dua bulan terakhir. Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi Pendapatan Daerah Tahun 2025 diperkirakan mengalami penurunan lebih dari Rp1,3 triliun. Dengan demikian, maksimal pendapatan yang dapat dicapai pada tahun tersebut hanya sekitar Rp8,2 triliun.
Taufik juga merinci sejumlah faktor yang menyebabkan berkurangnya pendapatan tersebut. Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan sebesar Rp1,1 triliun lebih, sementara Pendapatan Transfer diperkirakan berkurang Rp190 miliar lebih. Selain itu, pendapatan lain-lain yang sah mengalami penyusutan sebesar Rp80 miliar lebih, serta penyesuaian Pendapatan Pembiayaan Daerah yang berkurang Rp100 miliar lebih.
Di sisi lain, rencana belanja daerah justru mengalami peningkatan mengingat adanya tunda bayar kegiatan tahun 2024. Total belanja daerah pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun, terdiri dari belanja eksisting dalam APBD sebesar Rp9,5 triliun, tunda bayar sebesar Rp916 miliar lebih, tunda salur bagi hasil ke kabupaten/kota sebesar Rp550 miliar lebih, beban pajak (PFK) sebesar Rp39 miliar lebih, serta belanja pegawai yang belum teranggarkan sebesar Rp705 miliar.
Jika perkiraan pendapatan hanya mencapai Rp8,2 triliun dan belanja daerah mencapai Rp11,7 triliun, maka terdapat selisih sebesar Rp3,5 triliun yang masih mengalami defisit. Menghadapi kondisi ini, Pemerintah Provinsi Riau berencana melakukan efisiensi belanja secara besar-besaran. Namun, upaya efisiensi tersebut akan tetap memperhatikan sektor pelayanan publik agar tidak terganggu.
Di tengah diskusi mengenai defisit anggaran ini, muncul pula pendapat yang menyebutkan bahwa defisit APBD Riau hanya sekitar Rp132 miliar. Menanggapi hal tersebut, Taufik tidak membantahnya dan menjelaskan bahwa angka tersebut merujuk pada besaran defisit yang tercantum dalam buku APBD Murni Tahun 2025.
Defisit tersebut direncanakan akan ditutupi melalui potensi pembiayaan dalam bentuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Namun, besaran pasti dari SiLPA baru akan diketahui setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) keluar. Ia menegaskan bahwa kondisi riil APBD Tahun 2025 harus diperhatikan dengan cermat karena efek domino dari tidak tercapainya realisasi pendapatan tahun 2024 telah berdampak pada anggaran tahun berikutnya. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah strategis agar pengelolaan keuangan tetap berjalan dengan baik dan pelayanan kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama.