Komisi III DPRD Riau menargetkan peningkatan realisasi Participating Interest (PI) sebesar 10 persen dari pengelolaan ladang minyak Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban defisit APBD Riau di tahun 2025 ini. “Kita sedang membahas sumber penerimaan baru untuk mengurangi defisit. Salah satunya bersumber dari sektor migas, kita sudah hearing dengan PHR untuk meningkatkan realisasi PI 10% untuk daerah, kita minta mereka memberi dukungan anggaran dalam rangka memperkecil defisit APBD Riau,” kata Ketua Komisi III DPRD Riau Edi Basri, Jumat (14/3/2025).

Tahun 2024 terjadi overestimasi terhadap capaian target pendapatan dari PI yakni senilai Rp1,4 triliun sedangkan realisasinya kurang dari Rp300 miliar, kondisi ini menyebabkan terjadinya tunda bayar pada 2024. “Ini tergantung dari profit mereka. Dengan kondisi lifting minyak Riau yang stabil saat ini, produksi minyak di atas 160 ribu barel oil per hari. Kita hitung ini sudah cukup besar. Kita minta PHR transparan berapa sesungguhnya produksi migas kita. Mereka punya kewajiban PI terhadap daerah penghasil migas, rasio ini yang cuma kita dudukkan,” kata Politisi Gerindra itu.

Sebagai informasi PI 10 persen adalah besaran maksimal 10 persen pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang wajib ditawarkan oleh kontraktor kepada BUMD setempat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2016. Permen 37 Tahun 2016 merupakan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas yang menyatakan bahwa Kontraktor wajib menawarkan PI 10 persen kepada BUMD dan dilakukan secara kelaziman bisnis.

Komisi III bersama BPKAD dan Bapeda juga menggarap potensi pendapatan dari sektor pajak, aset, dan sumber pendapatan lainnya. Bapeda diberikan target peningkatan pendapatan dari pajak senilai Rp300 miliar. “Sumber pendapatan coba digali, kita tidak bisa menyerah dengan kondisi defisit yang nilainya Rp2.2 triliun ini. Kalau pun kita melakukan efisiensi anggaran maksimalnya di angka Rp800 miliar. Berdasarkan regulasi efisiensi hanya boleh dilakukan tiga persen dari nilai APBD kita. Jadi sumber penerimaan baru harus kita bahas sekarang, kita optimis, sumber ini bisa kita garap,” pungkasnya. (ant).