Pemulihan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan terus digesa oleh pemerintah. Salah satu langkah strategis yang tengah dijalankan adalah program relokasi terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan konservasi tersebut. Dukungan terhadap program ini datang dari tokoh adat Pelalawan, Datuk Engku Raja Lela Putra, gelar adat Wan Ahmat. Ia menyatakan mendukung penuh upaya pemerintah dalam memulihkan TNTN melalui relokasi, namun menegaskan pentingnya pendataan yang adil dan akurat.
Wan Ahmat menyatakan, “Saya mendukung sepenuhnya upaya pemerintah memulihkan TNTN melalui relokasi. Tapi saya tegaskan, proses pendataan harus dilakukan dengan adil dan berdasarkan kenyataan di lapangan.” Ia menekankan bahwa masyarakat adat yang telah lama hidup dan menggantungkan hidup dari kawasan TNTN harus menjadi prioritas utama dalam skema relokasi maupun bantuan sosial.
“Kalau tidak diselesaikan dengan hati-hati, takutnya akan menimbulkan kecemburuan antara masyarakat asli Pelalawan dan para pendatang,” ujar Datuk Engku Raja Lela Putra. Ia menyinggung sejarah panjang keberadaan masyarakat adat di kawasan tersebut, yang telah bermukim sejak abad ke-16. Beberapa desa seperti Kembang Bungo, Segati, Gondai, dan Air Hitam merupakan perkampungan masyarakat adat yang masih eksis hingga kini.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan lahan relokasi bagi warga sekitar TNTN. Hal itu diungkapkannya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa lalu. Saat ini, program relokasi dan bantuan sosial tengah disusun secara terintegrasi oleh Tim Percepatan Pemulihan Pasca Penguasaan (TP4) TNTN yang dibentuk oleh Gubernur Riau.
Tim ini tidak hanya menyiapkan lahan, tetapi juga melakukan proses verifikasi dan identifikasi warga. Rencananya, relokasi akan dilakukan dengan pendekatan berbeda antara masyarakat pendatang (pekerja) dan masyarakat asli, agar tercipta keadilan dan keseimbangan dalam program pemulihan kawasan TNTN. -adv