Anggaran fantastis sebesar Rp48 miliar di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) pada APBD 2024 kini menjadi pembahasan publik. Polemik ini mencuat setelah sejumlah fraksi DPRD menolak Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) APBD 2024, mengendus adanya penambahan anggaran yang tidak sesuai prosedur hukum. Pemerintah Kabupaten Kuansing bersikukuh bahwa penambahan anggaran tersebut sah karena telah disepakati Komisi III DPRD dengan Dinas Perkim melalui berita acara. Namun, pernyataan ini langsung menuai kontradiksi dari internal Komisi III sendiri, memunculkan dugaan kuat adanya “anggaran siluman.”

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kuansing, Agung Rahmad Hidayat, mengklaim bahwa penambahan anggaran tersebut telah melalui pembahasan dan disepakati. “Karena waktu pembahasan itu saya yang memimpin rapat di Komisi III. Memang sudah kami bahas,” ujar Agung pada Kamis (9/7/2025). Ia bahkan mengakui telah menandatangani berita acara kesepakatan tersebut. Namun, pengakuan Agung berbanding terbalik dengan pernyataan anggota Komisi III lainnya, Johnson Sihombing.

Saat dikonfirmasi, Sihombing dengan tegas membantah adanya pembahasan penambahan dana sebesar Rp48 miliar tersebut selama rapat di tingkat Komisi. “Setahu saya tidak pernah ada pembahasan. Sepanjang yang saya ikuti rapat di Komisi,” kata Sihombing, seraya menambahkan bahwa ia juga tidak mengetahui adanya kesepakatan penambahan anggaran itu. Perbedaan mencolok antara pimpinan rapat dan anggota Komisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah kesepakatan penambahan anggaran dilakukan di luar rapat resmi? Sihombing sendiri mengaku tidak mengetahuinya.

Fraksi Golkar dalam pandangan soal LPJ APBD Kuansing 2024 dengan tegas menyatakan penolakan terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2024, khususnya sub kegiatan penyediaan prasarana dan sarana dan utilitas untuk perumahan. Menurut Fraksi Golkar, penambahan anggaran lebih kurang Rp48 miliar pada Dinas Perkim, yang dirinci sekitar Rp43 miliar untuk 19 titik lokasi, tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 105 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, pada dokumen Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pagu anggaran untuk kegiatan tersebut hanya sebesar Rp4,6 miliar. Endri Yupet dari Fraksi Golkar juga menyoroti bahwa penambahan anggaran ini tidak pernah dibahas dan disetujui dalam rapat-rapat DPRD, baik di tingkat komisi maupun rapat Badan Anggaran (Banggar). Hal ini, katanya, tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dugaan kuat bahwa penambahan anggaran tidak dibahas dalam tingkat komisi diperkuat dengan adanya sejumlah dokumen yang diterima Riauin.com. Dokumen hasil pendapat akhir DPRD Kuansing menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi penambahan anggaran yang diusulkan oleh komisi maupun Banggar DPRD kala itu. Kontroversi anggaran siluman ini semakin memanaskan dinamika politik di Kuansing, menunggu kejelasan lebih lanjut terkait transparansi pengelolaan keuangan daerah.