Pelayanan registrasi IMEI di Pelabuhan Internasional Batam Centre dinilai jauh dari standar keramahan pelayanan publik seperti yang diposting di media sosial milik Bea Cukai Batam. Sejumlah pengguna jasa, termasuk pelaku pariwisata, mengeluhkan minimnya edukasi, tidak tersedianya fasilitas antre yang layak, dan sikap petugas yang dinilai tidak komunikatif, tidak selaras dengan citra ramah Batam yang mengusung citra ramah wisatawan.

Kondisi paling mencolok terlihat saat antrean pengunjung membludak usai kedatangan kapal dari Singapura atau Johor di konter registrasi. Tidak ada kursi antre, tidak ada help desk, dan hanya satu hingga dua petugas saja yang berjaga. Beberapa kali terlihat pengunjung bingung saat mengisi formulir, tanpa pendampingan atau penjelasan yang memadai dari petugas.

Salah satu pelaku wisata lintas negara, Wawan, menyebut situasi ini sudah berlangsung lama dan kerap membuat rombongannya mengurungkan niat untuk mendaftarkan IMEI. “Kami bawa rombongan wisatawan, sudah capek, berdiri lama, petugasnya juga kadang hilang entah ke mana. Akhirnya banyak yang batal registrasi. Belum lagi kalau yang jaga last ferry, wah yang punya kesabaran setipis tisu, jangan coba-coba lah,” ujarnya, Selasa (8/7/2025).

Menurutnya, alih-alih menjadi pintu masuk yang ramah dan efisien, ruang pelayanan IMEI justru menciptakan kesan semrawut. Terlebih berisisian dengan pemeriksaan X-Ray. Pelancong mengalami kerugian waktu ketika membawa rombongan wisatawan, karena kelamaan mengantri, akhirnya batal registrasi IMEI.

Kritik lain juga muncul dari sisi transparansi prosedur. Menurut Indira, yang sempat melakukan registrasi IMEI disana, banyak pengguna jasa mengaku keliru saat pengisian formulir atau dokumen yang diperlukan. Minimnya papan informasi dan ketiadaan petugas khusus informasi membuat pengunjung semakin kebingungan.

Padahal, registrasi IMEI adalah kewajiban hukum bagi perangkat elektronik yang masuk dari luar negeri. Namun, tanpa edukasi dan fasilitas yang memadai, implementasinya justru membingungkan publik dan kontraproduktif bagi wisata dan citra pelayanan publik.

“Cuma ada satu stiker seukuran kertas A4 yang di scan. Itupun di tempel di dinding satu aja, jadi bertumpuk lah kayak membaca pengumuman di mading sekolah. Mana nggak semua orang paham mengisi, saling tanya pula antara kami cara mengisi, kerena petugas yang ngasih info nggak ada, pun kami menanyakan ke petugas, petugasnya malah bertanya balik. Mau ambil foto kan nggak boleh ada gambar camera di coret,” cerita Indira di pintu kedatangan.

Indira melanjutkan, dengan volume kunjungan internasional yang tinggi, terutama di Batam Centre, pelayanan seperti ini seharusnya menjadi wajah utama profesionalisme. Instansi terkait dan siapapun yang terlibat dalam pelayanan ini didesak segera mengevaluasi sistem dan sumber daya layanan registrasi IMEI, sebelum keluhan publik semakin meluas dan berdampak pada sektor wisata.