Pemerintah Provinsi Riau optimistis dapat mencapai tingkat inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2025, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan kurang terlayani. Hal ini merupakan fokus global yang menjadi prioritas bagi Pemerintah Daerah, seperti yang diungkapkan oleh Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau, M. Job Kurniawan, saat kunjungan ke Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau, pada Kamis (13/2/2025).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2021, target inklusi keuangan ditetapkan mencapai 90 persen pada tahun 2024. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNILK) 2024 menunjukkan, indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 65,43 persen, sementara inklusi keuangan tercatat sebesar 75,02 persen.
Pada tahun 2023, Provinsi Riau berhasil mencatatkan indeks literasi keuangan sebesar 67,27 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 85,19 persen. Dengan capaian ini, Pemprov Riau hanya perlu sedikit meningkatkan angka tersebut untuk mencapai target inklusi keuangan nasional. “Ini merupakan tantangan baru bagi semua pihak untuk merumuskan kebijakan inovatif guna mempercepat peningkatan inklusi keuangan,” tambah Job Kurniawan.
Untuk mendukung pencapaian tersebut, Pemprov Riau telah membentuk 13 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di tingkat Kabupaten/Kota hingga Provinsi. TPAKD diharapkan menjadi motor penggerak untuk memperkuat ekosistem perekonomian daerah dengan meningkatkan akses keuangan. Job Kurniawan juga menekankan, TPAKD harus dapat menggali potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan melalui produk dan layanan jasa keuangan.
Kepala OJK Provinsi Riau, Triyoga Laksito, melaporkan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mencapai target inklusi keuangan, termasuk optimalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR), perluasan layanan Laku Pandai, dan program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR). Namun, Triyoga Laksito menyadari bahwa masih banyak tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai inklusi keuangan 90 persen, terutama dalam memperluas akses dan digitalisasi keuangan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
“Oleh karena itu, kita perlu bersinergi dan terus berinovasi dengan program-program yang ada untuk menghadapi tantangan ini,” tutup Triyoga Laksito.