Pemerintah Provinsi Riau kembali mendapat apresiasi dari pemerintah pusat atas komitmen dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak serta penerapan pengarusutamaan gender (PUG) di seluruh wilayahnya. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Arifah Fauzi, mengungkapkan hal ini saat kunjungannya ke Provinsi Riau.

Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) serta Rumah Aman yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau menjadi salah satu capaian yang mendapat perhatian. Keberadaan lembaga ini telah memiliki status operasional kelas A dan B, menandakan kesiapan dalam memberikan layanan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

“Kami mengapresiasi Pemerintah Provinsi Riau, karena saat ini UPTD PPA nya sudah ada di semua Kabupaten/Kota,” ucap Arifah Fauzi pada Selasa, 22 Juli 2025.

Provinsi Riau meraih penghargaan Parahita Ekapraya (PPE) kategori Nindya berdasarkan evaluasi tahun 2023. Enam Kabupaten/Kota di Riau meraih kategori Madya, sementara empat lainnya mendapatkan predikat Pratama dalam penghargaan PPE.

Arifah Fauzi menyebut, penghargaan PPE merupakan bentuk pengakuan atas peran aktif para pimpinan daerah dan seluruh pihak yang terlibat dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Ia berharap capaian ini dapat memotivasi daerah lain di Riau untuk meningkatkan upaya perlindungan perempuan dan anak.

Pada sisi lain, Menteri PPPA juga menyoroti tingginya angka perkawinan anak di Provinsi Riau. Data menunjukkan angka perkawinan anak di Riau mencapai 4,13 persen pada tahun 2024, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Hal ini membutuhkan perhatian khusus dari pemangku kepentingan untuk menekan praktik perkawinan anak.

“Mudah-mudahan untuk tahun 2024 pencapaian ini bisa meningkat lagi, dari Nindya menjadi Mentor,” ujar Arifah Fauzi. Menurutnya, kolaborasi dan langkah konkret lintas sektor diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

Permohonan dispensasi perkawinan yang tinggi menjadi faktor yang harus dikendalikan. Langkah-langkah edukasi, pendampingan, dan regulasi yang konsisten diperlukan untuk mencegah perkawinan anak secara signifikan. Diperlukan perhatian dari berbagai pihak dalam mengendalikan permohonan dispensasi perkawinan hingga level terendah.