Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis memutuskan untuk merampingkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tengah tuntutan efisiensi anggaran. Keputusan ini berbeda dengan Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang justru berencana memperbesar struktur OPD mereka.

Perbedaan kebijakan ini menjadi sorotan karena Bengkalis memiliki APBD yang lebih besar dibandingkan Kuansing. Bengkalis memiliki APBD di atas Rp 3 triliun, sementara Kuansing hanya sekitar Rp 1,3 triliun.

Pertanyaan besar muncul mengenai alasan Bengkalis yang memiliki APBD besar memilih efisiensi birokrasi, sementara Kuansing yang memiliki APBD lebih kecil ingin memperbesar OPD mereka.

Rencana Pemkab Bengkalis untuk merampingkan OPD didasari oleh pertimbangan efisiensi. Dengan struktur birokrasi yang lebih ringkas, diharapkan pelayanan publik dapat lebih cepat dan efektif.

Bengkalis, dengan APBD yang melimpah, memiliki kesempatan untuk lebih fokus pada program-program pembangunan yang langsung bermanfaat bagi masyarakat.

Di sisi lain, rencana Kuansing untuk memperbesar OPD mungkin sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di berbagai sektor. Namun, penambahan OPD juga berpotensi menambah beban anggaran.

Perbedaan kebijakan antara Bengkalis dan Kuansing menjadi studi kasus menarik dalam pengelolaan keuangan daerah. Bengkalis memilih efisiensi untuk memaksimalkan APBD besar mereka, sementara Kuansing memilih ekspansi dengan sumber daya terbatas.

Efektivitas dari kedua kebijakan ini masih perlu dievaluasi dalam jangka panjang. Apakah perampingan OPD di Bengkalis akan meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan? Begitu juga dengan penambahan OPD di Kuansing.

Waktu dan evaluasi akan menjadi penentu dalam menilai keberhasilan kedua kebijakan tersebut dalam melayani masyarakat dengan sebaik mungkin.