Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan mendapat banyak kritik, termasuk dari pakar hukum kehutanan, Dr. Sadino, SH., MH. Kritik tersebut disampaikan dalam acara Fokus Group Discussion (FGD) dalam rangkaian Hari Pers Nasional di Pekanbaru, Sabtu (8/2).
Dr. Sadino menilai bahwa kebijakan penetapan kawasan hutan kontraproduktif, mengingat luas kawasan hutan yang terlantar jauh lebih besar daripada kawasan yang menjadi dispute antara hutan dan perkebunan, termasuk perkebunan sawit.
Menurut Dr. Sadino, jika seluruh lahan tersebut dihutankan, program pemerintah untuk Indonesia Emas 2045 akan terancam tidak berjalan. Hal ini dapat berdampak pada produksi nasional yang juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, Muller Tampubolon, juga mengkritisi perpres tersebut. Meskipun mendukung aturan penertiban kawasan hutan, Muller menekankan perlunya perbaikan ekstra agar pelaksanaan di lapangan efektif.
Dr. Sadino juga menyoroti bahwa peraturan ini bertentangan dengan UU Cipta Kerja dan PP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif, karena menggunakan sanksi pidana dalam penertiban kawasan hutan.
Pembentukan Satgas dalam perpres ini juga dikritisi karena melampaui tugas dan kewenangannya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dalam penertiban kawasan hutan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang ditugaskan dalam penegakan hukum perpres ini juga menimbulkan asumsi bahwa proses hukum tersebut seakan-akan merupakan kasus korupsi, yang dapat mengganggu reputasi pelaku industri dan masyarakat.
Kritik juga disampaikan terkait konsep “Penguasaan Kembali dan Pemulihan Aset di Kawasan Hutan” yang diatur dalam perpres ini, yang dinilai tidak memiliki definisi dan mekanisme yang jelas, berpotensi multitafsir, dan menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha sawit.
Secara keseluruhan, kritik terhadap Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan menyoroti potensi dampak buruk terhadap industri kelapa sawit nasional dan usaha terkait, serta kekhawatiran akan tidak tercapainya program pemerintah untuk Indonesia Emas 2045.