Penerimaan pajak dari transaksi aset kripto di Indonesia mencatatkan tonggak sejarah baru pada 2024 dengan total mencapai Rp 1,09 triliun. Angka ini tidak hanya mencerminkan pesatnya perkembangan aset digital, tetapi juga menunjukkan kontribusi signifikan sektor kripto terhadap pendapatan negara.
Tren peningkatan penerimaan pajak kripto terlihat konsisten dalam tiga tahun terakhir. Pada 2022, pajak kripto menyumbang Rp 246,45 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp 220,83 miliar pada 2023, dan melonjak tajam ke Rp 620,4 miliar pada 2024.
Salah satu pendorong utamanya adalah volume transaksi aset kripto yang meroket hingga Rp 556,53 triliun sepanjang Januari–November 2024, meningkat 352,89% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Indodax, platform perdagangan kripto terbesar di Indonesia, menjadi kontributor utama penerimaan pajak kripto nasional dengan menyumbang Rp 490,06 miliar atau sekitar 44,96% dari total pajak kripto. Volume transaksi Indodax juga terus menunjukkan pertumbuhan signifikan, mencapai Rp 21,28 triliun pada November 2024 dan naik menjadi Rp 23,76 triliun pada Desember 2024.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengapresiasi pencapaian ini sebagai tanda positif bahwa adopsi kripto di Indonesia semakin matang. “Penerimaan pajak yang tercatat lebih dari Rp1 triliun pada akhir 2024 bukan hanya sekadar angka, tetapi juga mencerminkan kedewasaan pasar yang semakin berkembang. Aset digital kini menjadi alternatif investasi yang diterima oleh masyarakat luas,” ujarnya dilansir detik.com, Minggu (26/1/2025).
Meski menyambut baik pencapaian ini, Oscar menyoroti perlunya kebijakan yang lebih mendukung untuk mendorong pertumbuhan sektor kripto di masa depan. Salah satu kebijakan yang disorot adalah penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi kripto.
“Jika PPN dihapus, potensi penerimaan negara dari pajak kripto bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat. Bebas PPN akan mendorong masyarakat lebih aktif bertransaksi, sehingga volume perdagangan kripto melonjak signifikan,” jelas Oscar.
Ia juga menambahkan bahwa kripto memiliki kesamaan dengan instrumen keuangan lain yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena itu, ia berharap transaksi kripto mendapatkan perlakuan serupa, termasuk kebijakan perpajakan yang lebih ramah.
Namun, di tengah pertumbuhan pesat ini, volatilitas pasar masih menjadi tantangan utama. Menurut Oscar, fluktuasi harga yang tinggi membuat kripto tetap menjadi instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan, geopolitik, dan sentimen pasar global. “Ini adalah dinamika alami pasar aset digital yang sangat likuid dan terbuka. Investor harus memahami risiko yang ada dan tidak terjebak dalam euforia harga semata,” pungkasnya.