Orang Tua Siswa SD Taruna Pekanbaru Mengamuk karena Data Dapodik Kacau
Pekanbaru – Emosi, tangis, dan kemarahan meluap di gerbang pendidikan Kota Pekanbaru. Seorang orang tua siswa SD Taruna Pekanbaru meledakkan amarahnya setelah mengetahui anaknya tidak bisa mendaftar ke SMP negeri di sekitar tempat tinggal mereka. Hal ini disebabkan oleh kesalahan fatal dalam data Dapodik yang dimasukkan oleh pihak sekolah.
Dua hari setelah pembukaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP, harapan keluarga itu sirna. Alamat domisili anak tercatat berasal dari luar Provinsi Riau, padahal sebenarnya mereka tinggal di Pekanbaru. Akibatnya, anak tersebut tidak dapat mendaftar melalui jalur zonasi, jalur prioritas bagi siswa berdomisili di dekat sekolah tujuan.
“Ini bukan salah anak saya! Ini murni kelalaian sekolah! Masa depan anak saya dipertaruhkan karena mereka tak becus input data!” teriak orang tua siswa dengan nada tinggi dan mata berkaca-kaca saat ditemui di dalam ruangan kepala sekolah, pada Selasa (24/06/2025).
Dalam sistem PPDB, terdapat lima jalur penerimaan, termasuk Zonasi, Prestasi, Tes, Afirmasi, dan Mutasi. Namun, karena data Dapodik mencantumkan alamat luar provinsi, anak tersebut hanya dapat mengikuti jalur mutasi, bukan jalur zonasi yang seharusnya menjadi haknya.
Kepala Sekolah SD Taruna Pekanbaru, Maulana, mengakui kesalahan tersebut berasal dari pihak sekolah. “Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya. Ini kesalahan kami dalam pengisian data Dapodik. Kami akan lebih teliti ke depannya,” ujar Maulana dalam pernyataan resmi.
Namun, permintaan maaf tersebut dianggap tidak cukup. Masa depan siswa dipertaruhkan, dan waktu sebelum pendaftaran ditutup semakin berkurang. Orang tua siswa menuntut tanggung jawab lebih serius dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.
“Jangan hanya bilang maaf. Solusinya apa? Anak saya bisa gagal sekolah hanya karena satu entri salah di komputer!” kata Esti, orang tua siswa, menggambarkan frustrasi yang dirasakan banyak orang tua lainnya.
Insiden ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap input data penting seperti Dapodik. Satu kesalahan administratif dapat menjadi pemutus masa depan anak-anak bangsa. “Pendidikan adalah hak, bukan korban dari kelalaian sistem!” pungkasnya.