OJK menegaskan bahwa pengurus dari Bursa Efek atau perusahaan sekuritas, yaitu entitas penengah perdagangan saham, dianggap sebagai pengusaha wajib pajak (PWP).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa sebagai PKP, anggota bursa harus memungut jasa transaksi efek yang dicatat sebagai biaya-biaya yang wajib dikenakan pajak.
“Jadi jasa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah biaya transaksi efek dan ini merupakan bagian biaya atas penjualan efek,” jelasnya diRu andere Konferensi Pers Perimen Runda Evaluasi Sektor Keuangan dan Kebijakan OJK, Senin (7/1/2024).
Di sisi lain, ia menambahkan bahwa harga saham sendiri tidak dihitung sebagai objek pajak.
Inarno juga mengungkapkan bahwa penghitungan PPN sebesar 12 persen telah dibakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Surat Edaran (SE) No: S-0001/BEI.KEU/01-2025 yang dikeluarkan pada 1 Januari 2025.
Sebelum itu pula, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menjelaskan peraturan mengenai perubahan tarif PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy mengatakan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025 dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan dasar pengenaan pajak yaitu nilai lainnya.
“Nilai lain yang dimaksud adalah sebesar 11/12 dari nilai invoice,” kata Irvan, seperti tertulis dalam surat edaran BEI pada Rabu (1/1/2024).
Ia menambahkan, meskipun tarif PPN masih 12 persen, nilai objek pajak yang dihitung adalah 11/12, sehingga akhirnya setara dengan PPN 11 persen.
BEI menjelaskan bahwa transaksi efek akan dikenakan pajak pertambahan nilai 12% mulai 1 Januari 2025. Ketentuan perubahan tarif pajak ini tertulis dalam Surat Edaran BEI No: S-13561/BEI.KEU/12-2024 yang membahas Penyesuaian Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tahun 2025.
atau surat edaran yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan jasa negosiasi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Faktur pajak yang diterbitkan sebelum 1 January 2025, beserta PPN, akan tetap berdasar aturan sebelumnya, yaitu 11 persen.
“Pemberlakuan lebih lanjut mengenai penyesuaian Besaran Pajak Pertambahan Nilai ini akan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak,” tambah Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam surat edaran tersebut.