Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang meminta redenominasi atau penyederhanaan rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. MK mengatakan redenominasi harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang.
Menurut MK, redenominasi atau perubahan harga mata uang rupiah merupakan substansi yang terkait dengan norma Pasal 3 ayat (5) UU 7/2011 yang menyatakan, ‘Perubahan harga Rupiah diatur dengan Undang-Undang’. Dengan demikian, redenominasi yang merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah nilai tukar atau daya beli, harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Hal ini diungkapkan dalam pertimbangan putusan nomor 94/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Kamis (17/7/2025).
MK juga menegaskan bahwa redenominasi tak dapat dilakukan hanya dengan mengubah makna pasal dalam UU. Menurut MK, redenominasi merupakan kebijakan fundamental yang memiliki konsekuensi luas.
“Redenominasi mata uang rupiah tidak dapat dilakukan hanya dengan mengubah atau memaknai norma sebagaimana yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Kebijakan redenominasi mata uang rupiah pada dasarnya merupakan kebijakan fundamental yang memiliki konsekuensi luas terhadap sistem moneter, transaksi keuangan, dan psikologi ekonomi masyarakat,” ujar MK.
MK juga menyatakan bahwa redenominasi memerlukan pertimbangan komprehensif mulai dari aspek stabilitas fiskal dan moneter, sistem pembayaran hingga literasi keuangan masyarakat. MK juga mengatakan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU 7/2011 yang digugat pemohon hanya mengatur kewajiban pencantuman pecahan nominal dalam angka dan huruf.
Menurut MK, apabila norma Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU 7/2011 dimaknai sesuai dengan petitum pemohon yang menginginkan nilai nominal disesuaikan melalui konversi nominal rupiah dengan rasio tertentu, hal tersebut tidak sejalan dengan keseluruhan norma dalam Pasal 5 UU 7/2011 yang tidak terkait dengan redenominasi. MK menegaskan bahwa kebijakan redenominasi mata uang rupiah harus berlandaskan pertimbangan ekonomi, sosial, dan stabilitas nasional.