Menteri Perlindungan Pekerja Tenaga Kerja Indonesia (PPTKII), Abdul Kadir Karding, menganggap penyetujuan penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold akan mempersulit pelaksanaan pemilu ke depan.
“Saya katakan itu rumit aslinya, karena, ya, ini, demokrasi memang memerlukan perawatan, tapi tidak boleh sampai demokrasi itu sendiri yang merupakan sumber kerumitan,” kata Karding di Gedung Kementerian P2MI, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2025).
Parapolitikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, berkata putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini akan memungkinnee semua orang untuk maju sebagai calon presiden. Menurutnya, hal itu mungkin akan membuat banyak orang yang ingin maju sebagai calon.
“Tidak hanya piloto (kandidatnya), pengaturannya, semua orang bebas untuk melakukannya. Nah, sudah ada usulan independen dan lainnya pilihan itu nanti tugasnya besar dan biayanya besar,” kata Karding.
Dia mengakui tetap menghormati keputusan MK yang sudah menjadi keputusan final dan mengikat tersebut.
“Tapi karena ini keputusan MK kita tidak bisa apa-apa,” ujar Karding.
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapuskannya aturan ambang batas untuk mencalonkan presiden atau presidential threshold dalam pemilihan presiden (Pilpres) sebesar 20 persen. Keputusan tersebut keluar setelah sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang MK, Kamis (2/1/2025).
“Menyetujui seluruh permohonan para yang mengajukannya,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, Kamis, (2/1/2025).
Suhartoyo menjelaskan bahwa Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak lagi memiliki kekuasaan hukum. Pasal tersebut berbunyi:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi syarat paling sedikit dua puluh persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh dua puluh lima persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu pasangan legislatif periode sebelumnya.
Suhartoyo menjelaskan norma pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.