Menteri Penerangan Harmoko selalu mengawali konferensi persnya dengan kalimat ikonik “Menurut Petunjuk Bapak Presiden”. Kalimat tersebut begitu melekat pada Harmoko yang dikenal sebagai loyalis Soeharto.

Pada suatu saat, Harmoko secara terbuka meminta Soeharto mundur sebagai Presiden, yang dianggap sebagai manuver politik yang kontroversial. Hal ini terjadi di tengah gelombang reformasi dan ketidakpuasan masyarakat.

Harmoko, yang menjabat sebagai Menteri Penerangan selama lebih dari satu dekade, memiliki peran penting dalam menjaga citra Soeharto di mata publik, terutama saat krisis moneter mengguncang Indonesia.

Pada 13 Januari 1998, Harmoko menyatakan bahwa rakyat Indonesia masih mendukung Soeharto sebagai Presiden untuk periode 1998-2003. Namun, tanda-tanda kejatuhan Soeharto sudah terlihat sejak palu sidang yang digunakan Harmoko patah saat menetapkan Soeharto sebagai Presiden.

Pada 18 Mei 1998, Harmoko bersama pimpinan DPR lainnya menyatakan secara resmi agar Soeharto mengundurkan diri demi kebaikan bangsa. Hal ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Soeharto sendiri.

Meskipun ada penentangan dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Wiranto, Harmoko dan pimpinan DPR tetap bersikukuh pada keputusan tersebut. Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden.

Harmoko sempat khawatir Soeharto akan mengambil tindakan darurat, namun setelah pengumuman pengunduran diri, Soeharto mengucapkan terima kasih kepada Harmoko dan pimpinan DPR lainnya.

Keputusan Harmoko untuk meminta Soeharto mundur memecah belah opini publik. Ada yang menganggapnya sebagai pengkhianat, namun ada juga yang menilai tindakannya sebagai langkah yang mempercepat runtuhnya Orde Baru.

Keputusan Harmoko menjadi salah satu pukulan terakhir yang mempercepat runtuhnya rezim Soeharto. Pada akhirnya, tindakan tersebut menandai akhir dari masa kekuasaan Soeharto dan transisi kekuasaan di Indonesia.