banner 728x250

Mendikdasmen Bocorkan Sistem Evaluasi Belajar Baru: Tidak Ada Lagi Kata Ujian

banner 120x600
banner 468x60

Abdul Mu’ti memberikan informasi tentang evaluasi pembelajaran yang akan diterapkan pada tahun ajaran (TA) 2025/2026. Ia mengatakan bahwa konsep evaluasi pembelajaran yang terbaru kini sudah disusun.

Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa dalam sistem evaluasi pembelajaran baru, tidak akan ada lagi istilah “ujian.” Namun, Abdul Mu’ti enggan mengungkapkan apa yang akan menggantikan kata “ujian” tersebut. Ia hanya meminta untuk menunggu sampai keputusan itu diterbitkan.

banner 325x300

“Paling tidak ada kata ujian, kata penggantinya apa nanti,” katanya ketika ditanya di gedung Kemendikdasmen, Senin, 20 Januari 2025.

Sebelumnya, Abdul Mu’ti mengumumkan bahwa pengumuman resmi mengenai evaluasinya rilis setelah Hari Raya Idulfitri atau bulan April 2025. Namun, ia kini berkata bahwa pengumuman tersebut sekitar bisa itu lebih awal diberitahu karena sistem telah dibuat. Mengenai waktu pastinya, Abdul Mu’ti berharap sekiranya dia bisa mengumumkan beberapa saat lebih cepat.

“Mudah-mudahan tidak perlu menunggu hingga Idulfitri tiba. Jika pemeriksaan sudah selesai dan sistem sudah kita sesuaikan, maka menunggu waktu saja,” ujar dia.

Abdul Mu’ti memang bertujuan menerapkan sistem evaluasi belajar baru pada tahun ajaran 2025/2026 ganti Asesmen Nasional. Sistem yang baru ini, kata Mu’ti, memiliki perbedaan dari sistem evaluasi yang pernah diterapkan sebelumnya.

“Pada akhirnya kami akan memiliki sistem evaluasi baru yang berbeda dengan yang sebelumnya. Tapi sistem evaluasi baru yang berbeda itu seperti apa, tunggu sampai kami umumkan,” kata Abdul Mu’ti kepada wartawan di Kantor Kemendikbud pada Selasa, 31 Desember 2029.

Mulai tahun 2021, pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Penelitian, dan Teknologi Nadiem Makarim telah menghapuskan Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen Nasional yang bertujuan untuk menilai kualitas pendidikan serta hasil belajar siswa. Asesmen Nasional terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum, Survey Karakter, dan Survey Lingkungan Belajar.

Seorang anggota dewan mengatakan, sebagian orang menganggap Asesmen Nasional belum memadai, salah satu contoh, adalah panitia seleksi masuk perguruan tinggi. Ketika bertemu panitia mereka, katanya, mereka menyampaikan mengenai kebutuhan hasil belajar yang bersifat individu, sedangkan Asesmen Nasional hanya bersifat sampel, menangkap kondisi umum saja.

“Rapor itupun penting, tetapi ada kalanya rapor itu bikin ribet. Ribetnya apa? Ada karena banyak yang mencurigai objektivitas guru dalam menentukan nilai rapor,” katanya. Menurutnya, ada banyak kasus di mana guru memberikan nilai lebih baik dari kemampuan siswa.

berkontribusi dalam tulisan ini.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *