Masyarakat adat Melayu memenuhi undangan Komisi VI DPR RI untuk rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025). Kelompok yang hadir terdiri dari Ketua Saudagar Rumpun Melayu sekaligus Direktur Umum PT Dani Tasha Lestari Datuk Megat Rury Afriansyah, perwakilan dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau Datuk Wira Maskur Tilawahyu, dan Said Andy sebagai tokoh adat Melayu asal Rempang. Mereka hadir untuk menyampaikan tuntutan keadilan terkait perobohan Hotel Purajaya Batam.
Datuk Megat Rury, dalam pertemuan tersebut, menegaskan tuntutan atas tindakan BP Batam yang merobohkan Hotel Purajaya Batam, salah satu hotel bersejarah di kota Batam, Kepulauan Riau. Hotel tersebut dibongkar setelah beberapa kali presentasi terkait rencana perpanjangan pengelolaan lahan sebesar 30 hektar kepada BP Batam. Menurut Rury, tindakan tersebut merupakan perlakuan zalim terhadap warga Melayu yang telah lama menetap di Batam.
Rury juga menjelaskan bahwa setelah memenangkan gugatan di PTUN Tanjung Pinang pada 2020, pihaknya telah bersedia membayar denda yang diwajibkan untuk melanjutkan pengelolaan lahan tempat Hotel Purajaya Batam berdiri. Namun, permintaan untuk faktur pembayaran tidak direspons oleh BP Batam. Oleh karena itu, masyarakat Melayu menuntut keadilan dengan mengembalikan hotel tersebut dengan bangunan khas Melayu yang memiliki nilai sejarah dan tekstur khas.
Wakil Ketua Komisi VI Fraksi Partai Golkar Nurdin Halid menyatakan komitmennya untuk mendalami kasus yang dialami oleh masyarakat adat Melayu dan Rury. Komisi VI akan terus mengawal perkembangan kasus ini, mengingat pentingnya keterlibatan BP Batam sebagai mitra dari Komisi VI. Halid juga menegaskan rencana untuk memanggil BP Batam dan tujuh perusahaan lain yang mengalami kasus serupa dengan Hotel Purajaya Batam.
Komisi VI juga berencana untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan lahan yang dilakukan oleh BP Batam dan memastikan keputusan yang diambil sesuai dengan aturan yang berlaku. Nurdin Halid menambahkan bahwa tujuh perusahaan lain juga telah melaporkan masalah alokasi lahan yang tumpang tindih, sehingga BP Batam akan dipanggil untuk klarifikasi. Keseluruhan proses ini, menurut Halid, akan dilakukan demi keadilan dan hak-hak masyarakat adat Melayu yang terkena dampak.