Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru resmi mengeksekusi Yose Saputra, mantan Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kota Pekanbaru, ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I A Pekanbaru, Kamis (22/5/2025). Yose terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana hibah senilai Rp723 juta dan akan menjalani hukuman selama lima tahun penjara. Selain Yose, mantan Bendahara LAMR Pekanbaru, Ade Siswanto, juga dieksekusi ke Rutan.

Ade divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam sidang yang digelar pada Senin (5/5/2025) lalu. “Perkara keduanya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Proses eksekusi dilaksanakan hari ini di Rutan Pekanbaru,” kata Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pekanbaru, Niky Junismero, mewakili Kepala Kejari Pekanbaru, Marcos MM Simaremare.

Selain pidana penjara, keduanya juga diwajibkan membayar denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Untuk pengganti kerugian negara, Yose dikenakan membayar Rp373.500.419 subsidair dua tahun penjara, dan Ade sebesar Rp250 juta subsidair 1,5 tahun penjara. Eksekusi badan terhadap kedua terpidana dipimpin oleh Kepala Sub Seksi Penuntutan, Upaya Hukum Luar Biasa, dan Eksekusi, didampingi oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) lainnya.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Yose dan Ade terbukti bersalah menyalahgunakan dana hibah yang diterima LAMR Pekanbaru dari APBD Kota Pekanbaru tahun 2020 sebesar Rp1 miliar. Dana tersebut semestinya digunakan untuk operasional dan pelunasan utang, namun sebagian besar dilaporkan fiktif. “Hasil penyidikan menunjukkan adanya laporan pertanggungjawaban fiktif dan penggunaan kwitansi kosong. Seolah-olah terjadi transaksi, padahal tidak ada kegiatan nyata,” terang Niky.

Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian mencapai Rp723.500.419. Yose dan Ade dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Putusan majelis hakim diketahui lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU, yang semula meminta hukuman masing-masing enam tahun dan 5,5 tahun penjara.