Mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Siak, Kaharuddin, dituntut 7 tahun 6 bulan penjara atas kasus korupsi dana penanggulangan bencana tahun anggaran 2022. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (11/3/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmat Zulfikar dan Surya Perdana Hendriatmi menilai Kaharuddin bersama dua terdakwa lainnya, Alzukri dan Budiman, terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

“Para terdakwa hadir langsung di ruang sidang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siak, Moch Eko Joko Purnomo, melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Muhammad Juriko Wibisono. JPU menuntut Kaharuddin dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, denda Rp300 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp829.816.063,65 subsidair 4 tahun penjara.

Alzukri, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Siak, dituntut 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp98.306.763 subsidair 2 tahun 6 bulan penjara. Budiman, selaku Direktur CV Budi Dwika Karya, dituntut 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp73.730.072 subsidair 2 tahun 3 bulan penjara.

Kasus ini berkaitan dengan pengadaan handy talkie, sepatu dinas lapangan, serta pakaian dan atribut PDL untuk anggota BPBD Siak. Alzukri, yang bukan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), atas perintah Kaharuddin, membeli langsung barang-barang tersebut dari toko-toko di Pekanbaru.

Mereka kemudian bekerja sama dengan Budiman untuk memasukkan spesifikasi barang ke dalam etalase e-katalog CV Budi Dwika Karya, sehingga BPBD Siak membeli barang dengan harga lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp1,1 miliar atau tepatnya Rp1.109.844.681,39 berdasarkan audit Inspektorat Kabupaten Siak.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan dari para terdakwa sebelum majelis hakim memberikan putusan akhir. “Kami menunggu pembelaan dari para terdakwa sebelum majelis hakim memutuskan perkara ini,” tutup Juriko.