Delapan orang karyawan sebuah toko oleh-oleh di kawasan Jalan Indragiri, Kota Surabaya, Jawa Timur, mengalami tekanan psikis dan verbal dari pihak manajemen toko setelah diduga terlibat dalam kasus kehilangan barang dan uang perusahaan. Pengakuan ini disampaikan oleh Dilly Wibowo, perwakilan dari Lembaga Hukum Indonesia (LHI), yang mendampingi para karyawan. Kejadian tersebut terjadi pada 12 April 2025, mulai pukul 11.00 WIB hingga malam hari, di lantai dua toko.

Menurut kesaksian klien yang diwakili oleh Dilly, para karyawan dituduh oleh dua atasan mereka, berinisial SP dan MON, yang merupakan Direktur dan Pengawas CV MJ, perusahaan pengelola toko, telah menggelapkan uang dan barang senilai Rp425 juta. Selama proses klarifikasi internal, turut hadir tiga orang anggota Polsek Wonokromo yang diduga ikut menyaksikan dan mendampingi proses interogasi internal.

Dilly menyatakan bahwa para karyawan diminta menandatangani surat pernyataan bersedia mengganti kerugian sebesar Rp15 juta per orang, dengan pembayaran awal Rp5 juta, dan sisanya dicicil Rp500 ribu per bulan. Total uang yang telah ditransfer ke rekening CV MJ mencapai Rp21 juta, dengan bukti berupa tangkapan layar percakapan dan bukti transfer yang dikumpulkan oleh LHI. Namun, perlakuan terhadap masing-masing karyawan diketahui berbeda.

Kanit Reskrim Polsek Wonokromo, Ipda M. Zahari, S.Sos., M.H., membenarkan kehadiran tiga anggota Polsek selama proses klarifikasi. LHI telah mengirimkan tiga kali surat somasi kepada pihak manajemen toko namun belum mendapatkan tanggapan. Sebaliknya, LHI menerima surat dari kuasa hukum SP yang menyatakan keberatan atas pemberitaan dan mengancam akan menempuh jalur hukum atas dugaan pencemaran nama baik.

Dilly juga menyebut adanya permintaan dana operasional toko sebesar Rp2 juta oleh SP, yang awalnya diduga untuk kepentingan eksternal, namun dikoreksi menjadi untuk keperluan hukum lainnya. LHI siap membawa perkara ini ke Polda Jatim untuk mengusut kebenaran kejadian tersebut secara tuntas, dengan analisis hukum yang mengkategorikan peristiwa tersebut sebagai dugaan tindak pidana pemaksaan atau pemerasan.

Sebagian besar karyawan yang terlibat tidak lagi bekerja di toko tersebut dan mengalami tekanan ekonomi dan psikologis akibat peristiwa tersebut. Mereka terpaksa membayar uang yang tidak mereka pahami sepenuhnya dasarnya, dan sebagian harus berutang demi memenuhi permintaan tersebut. LHI bertekad untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak asasi manusia terhadap pekerja, dan hukum ditegakkan secara adil.