Uni Eropa (UE) melakukan langkah berani dengan memberikan bantuan sebesar USD3 miliar atau setara Rp48 triliun dari aset Rusia yang dibekukan.
Ketua Kabinet Ukraina Denys Shmyhal pada Jumat (10/1/2025) mengumumkan bahwa Total dari bayaran pertama dari aset yang disita dari Rusia.
Dana tersebut disiapkan melalui inisiatif Akselerasi Pendapatan Luar Biasa, di mana negara tetua G7 berjanji memberikan pinjaman senilai USD50 miliar (Rp,8 triliun).
UE sendiri menyumbangkan dana sebesar USD20 miliar (Rp326 triliun).
.
“Dengan cara ini, kami menegaskan prinsip ‘Rusia harus membayar’ dan memperkuat ketahanan keuangan pada 2025,” kata beliau.
Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) akan mengumumkan pada Desember untuk menyediakan USD20 miliar dalam bantuan pinjaman kepada Ukraina.
Hal itu menandai partisipasi mereka dalam inisiatif tersebut.
Meskipun Amerika Barat telah mengfrozensetor USD300 miliar (Rp4.896 triliun) milik Rusia, mereka hanya berhasil mendapatkan keuntungan tahunan dari dana tersebut, yaitu sekitar USD3,2 miliar (Rp52 triliun).
Keuntungan tersebut akan digunakan untuk membiayai pinjaman USD 50 miliar kepada Ukraina.
Sementara sebagian besar aset ditimbun di negara-negara Eropa.
Pada Pertemuan Tingkat Tinggi G7 Juni lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta membuat Mekanisme untuk menagih dana Rusia yang ditangkap.
Hal itu menunjukkan potensi untuk mendukung pemulihan panjang lebar Ukraina.
Namun menurut laporan pada Oktober, G7 berencana menjaga aset-aset Rusia agar tidak bergerak walaupun perang telah berakhir.
