Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang terdampak oleh pelaksanaan Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit. Ketua Tim Perjuangan Hak-hak Masyarakat Adat LAMR Provinsi Riau, Datuk Tarlaili, menyatakan bahwa pihaknya telah merencanakan langkah-langkah strategis untuk mendapatkan 30 persen hasil dari PKH.

Tindakan konkret telah disusun oleh LAMR untuk mencapai tujuan tersebut. Datuk Tarlaili menegaskan, “Kita akan berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan hak masyarakat adat sebesar 30 persen dari hasil PKH. Beberapa langkah penting sudah kami rancang,” ujarnya setelah rapat tim di balai adat pada Kamis sore (10/04/2025).

Selain itu, tim LAMR juga melakukan konsolidasi dengan berbagai kelompok masyarakat adat yang terdampak PKH di seluruh kabupaten dan kota se-Provinsi Riau. Tujuannya adalah untuk menyatukan pemahaman dan memperkuat barisan perjuangan.

LAMR Provinsi Riau juga berencana untuk mengadakan pertemuan dengan lembaga-lembaga adat se-Indonesia, atau setidaknya se-Sumatera. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan kesepahaman bersama terkait implementasi PKH yang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.

Datuk Tarlaili menjelaskan, “Dari keputusan bersama seluruh lembaga adat se-Sumatera nanti, kami akan melanjutkan dengan pertemuan runding bersama pimpinan Satgas Pusat dan pihak-pihak terkait lainnya.” Tujuan utama dari pertemuan runding ini adalah untuk memperjuangkan hak pancung alas bagi masyarakat adat yang terdampak langsung oleh penertiban kawasan perkebunan kelapa sawit oleh Satgas PKH.

LAMR bertekad untuk terus berupaya secara sistematis dan terorganisir guna memastikan hak-hak masyarakat adat terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perjuangan ini merupakan wujud komitmen LAMR dalam melindungi dan membela kepentingan masyarakat adat di Riau.