Komisi III DPRD Riau telah menawarkan beberapa strategi untuk mengatasi defisit anggaran yang mencapai Rp2,21 triliun yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Riau. Strategi tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan keuangan daerah tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Menurut Anggota Komisi III DPRD Riau, Abdullah, kolaborasi seluruh pihak sangat diperlukan dalam optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) dari 27 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada.
Abdullah juga menekankan pentingnya peningkatan pajak daerah, pemanfaatan aset daerah, dividen dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor minyak dan gas serta sawit, serta keterlibatan sektor usaha dalam mendukung pemasukan daerah. Menurutnya, momentum efisiensi harus dijadikan sebagai langkah awal untuk melakukan lompatan besar demi kemajuan Riau.
Defisit anggaran sebesar Rp2,21 triliun ini mencakup Rp707 miliar untuk gaji dan tunjangan tambahan penghasilan (TPP) aparatur sipil negara (ASN) selama dua bulan terakhir di tahun 2025. Real defisit anggaran 2024 sebenarnya berjumlah Rp1,5 triliun, dengan tunda bayar sebesar Rp916 miliar dan tunda salur kepada pemerintah kabupaten dan kota sebesar Rp550 miliar.
Salah satu opsi yang sempat muncul untuk menekan defisit adalah pemotongan TPP ASN, yang pernah dilontarkan oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid. Namun, Abdullah menegaskan bahwa pemotongan TPP ASN seharusnya menjadi langkah terakhir setelah berbagai upaya penyelamatan anggaran dilakukan. Menurutnya, pemotongan tersebut harus menjadi langkah terakhir setelah dilakukan upaya penyelamatan yang diperlukan.