Sebagai pencinta tradisi Pacu Jalur, Hendrianto melihat wacana tentang Pacu Jalur yang dikelola layaknya liga swasta, namun tetap mempertahankan even nasional di bawah kendali pemerintah, sebagai sebuah gagasan revolusioner. Hal ini bukan sekadar inovasi, melainkan sebuah lompatan besar yang bisa mengangkat Pacu Jalur dari sekadar tradisi musiman menjadi magnet ekonomi dan olahraga yang berkelanjutan.
Pacu Jalur selama ini lebih dikenal sebagai pesta rakyat yang puncaknya ada di event nasional tahunan, dengan segala keagungan dan kemeriahan di Sungai Batang Kuantan. Namun, pengelolaan yang sangat tergantung pada pemerintah memiliki batasnya, karena terbatasnya dana, birokrasi yang berbelit, dan fokus yang cenderung pada aspek seremonial, kerap menghambat potensi maksimalnya.
Dengan transformasi Pacu Jalur menjadi sebuah liga profesional, setiap “jalur” bukan lagi sekadar perahu, melainkan sebuah entitas kompetitif yang didukung penuh oleh perusahaan-perusahaan lokal maupun nasional. Hal ini akan mendorong iklim kompetisi yang sehat, peningkatan kualitas atlet, dan daya tarik visual yang lebih memikat bagi penonton.
Pengelolaan swasta akan membuka keran pendanaan yang lebih beragam, seperti hak siar televisi, penjualan merchandise resmi, tiket pertandingan yang dikelola secara profesional, hingga event-event sampingan yang memperkaya pengalaman penonton. Ini akan menciptakan sebuah ekosistem ekonomi baru di sekitar Pacu Jalur, bukan hanya saat festival besar, tetapi sepanjang musim kompetisi.
Dampak dari profesionalisme ini akan dirasakan langsung oleh pemilik jalur, pendayung, tukang kayu, hingga masyarakat sekitar. Desa-desa di sepanjang aliran sungai bisa menjadi “markas” tim, dengan fasilitas pelatihan yang mumpuni, mendorong regenerasi atlet dari generasi ke generasi.
Peran pemerintah dalam wacana ini tetap penting, namun bertransformasi menjadi regulator dan penjaga nilai budaya. Event nasional seperti Festival Pacu Jalur Tradisional di Taluk Kuantan, akan tetap menjadi puncak dari seluruh kompetisi liga, di mana semua “juara liga” berkumpul, merebutkan supremasi tertinggi, sekaligus merayakan akar budaya yang tak ternilai.
Tantangan dalam menghadapi perubahan besar seperti ini adalah kekhawatiran akan komersialisasi berlebihan, hilangnya esensi budaya, atau ketidakmerataan akses bagi tim-tim kecil. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan regulasi yang kuat, melibatkan komunitas adat, dan memastikan bahwa transisi ini dilakukan secara bertahap dan transparan.
Model hibrida yang diusulkan, di mana swasta mengelola liga dan pemerintah mengawal event puncak serta menjaga nilai budaya, adalah jalan tengah yang paling realistis. Upaya ini bertujuan untuk mengawinkan tradisi dengan modernitas, melestarikan warisan leluhur sambil membukakan pintu bagi peluang ekonomi yang menjanjikan.
Pacu Jalur bukan hanya tentang perlombaan perahu, tapi juga tentang identitas, semangat juang, dan potensi pariwisata yang belum sepenuhnya tergali. Sudah saatnya untuk berpikir besar agar riuhnya Pacu Jalur tak hanya bergema di Batang Kuantan, tapi juga di panggung nasional, bahkan internasional.