banner 728x250

Kisah Kakek Amad, Veteran Perang RI 70 Tahun Cari Makam Istri

banner 120x600
banner 468x60

Cinta seorang veteran perang Republik Indonesia (RI) bernama Amad (103) terhadap istri seorang Supiah, tetap abadi meski keduanya sudah dipisahkan oleh kematian.

Bahkan, beberapa waktu sebelum Amad dan Supiah dipisahkan oleh kematian, mereka sudah dibedakan oleh kondisi perang selama pembangkangan terhadap penjajahan.

banner 325x300

Amad adalah seorang tentara yang harus siap bersiap untuk bertugas pada waktu yang tidak menentu.

Khususnya, saat itu Indonesia tepat tengah melawan bangkitnya perlawanan lain dari para Belanda yang irresistible untuk mengakui status Indonesia sebagai negara berdaulat.

Mereka harus berpisah ini ditimbulkan oleh kondisi yang tidak mendukung, ketika baru ketika melangsungkan pernikahan.

Amad dan Supiah untuk Pertama Kali bertemu di Kabupaten Pasuruan. Pada saat itu, Amad sedang dalam lari menghindari kehilangan usai kejadian saat Amad dan para temannya merobek bendera Belanda di Hotel Yamato pada tanggal 19 September 1945.

Pada saat itu, Supiah bertugas di bawah seorang Tionghoa di Desa Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

Seketika, Amad jatuh cinta pada Supiah sejak pertama kali berkenalan.

Tanpa ragu-ragu, mantan tentara Heiho (tentara budak Jepang) ini meminta izin kepada majikan Supiah untuk menikah dengan gadis asal Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, itu.

Bercakap-cakap di Tretes, saya bilang saja kepada majikanku, saya menunjuknya adala Ibu. Ibu ini pembantuku berniat saya menikah, lantas saya membawanya pulang ke Lumajang, tetapi dia mengizinkan saya justru memberikan saya uang, tidak tahu berapa banyak uangnya, seperti terpa Gatotkaca.

Amad dan Supiah kemudian kembali ke Lumajang. Mereka berdua berjalan kaki dari Pasuruan menuju Lumajang, melewati hutan di lembah Gunung Semeru.

Pasangan muda ini berjalan selangkah demi selangkah ke rumah Supiah, setelah melakukan perjalanan sejauh dua hari tanpa membawa sama sekali barang apa.

“Saya berjalan kaki tidak membawa barang apa-apa, melewati hutan, tidak ada rumah, banyak sekali macan, jika lapar berinteraksi dengan orang, saya hanya membawa tas milik Supiah,” ucapnya.


Berpisah dengan Supiah

Di Lumajang, Amad pernah dibuat rumah oleh mertuanya untuk tinggal bersama Supiah.

Lokasinya berada di Dusun Kemamang, Desa Penanggal, Kecamatkan Candipuro.

Amad masih ingat jelas sekali tempat tinggalnya dulu. Ia mengingatkan, di depan rumahnya ada dua pohon durian dan di belakangnya ada sungai di mana ia biasanya mandi.

Hanya dalam waktu tiga bulan, kebersamaan Amad dengan istrinya di Lumajang berakhir dengan bahagia bersama.

Bahkan, Supiah belum mengandung buah cinta keduanya.

Lelaki tersebut yang berasal dari Surabaya harus berangkat ke Sulawesi Utara guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Manado.

Peristiwa itu sekarang lebih dikenal sebagai Pertempuran Merah Putih pada tanggal 14 Februari 1946.

“Hanya saja menikah, aku berangkat tugas ke Sulawesi melawan, Soupy aku tinggal di rumah,” ujarnya.

Namun, siapa sangka, pemisahan yang seharusnya sementara, berubah menjadi pertemuan terakhir bagi pasangan muda ini, untuk selama-lamanya.

Amad tidak pernah kembali dari pertempuran hingga pada akhirnya, tahun 1954, Supiah dimangsa meninggal.


70 tahun pencarian

Setelah selesai bertugas di Sulawesi, Amad kembali ingin mencari istrinya dan keluarganya di Lumajang. Namun, kekurangan teknologi komunikasi pada saat itu membuat pencarian terus tertunda.

Kondisi Amad setelah selesai bertugas pun sama sekali tidak seperti ketika meninggalkan Supiah di kampung. Apalagi, Amad pernah mengalami kematian istri saat bersiap berangkat saja. Yang ada di ingatannya adalah nama istri dan mertuanya, Supangat.

Berkat petunjuk yang sedikit, Amad mencari ke sana kemari untuk bertemu orang yang ia cintai.

Keinginannya untuk segera bertemu dengan keluarga Supiah semakin tinggi setelah melihat berita bahwa istrinya yang dicintainya telah meninggal.

“Dalam tahun 1955, saya mulai mencari, memang saya benar-benar mencari tapi tidak pernah ditemukan. Satau, saya pernah mencari di Candipuro tapi tidak sampai ke Penanggal, karena kondisinya tidak memungkinkan pada saat itu,” kata Amad.

Pencarian Amad selama puluhan tahun akhirnya berbuah hasil.

Ia menemukan makam keluarga Supiah yang masih hidup di Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro.

Amat terctime Amad menangis saat pertama kali melihat adik kandung Supiah, Sunimah dan Khotijah.

Mereka saling memeluk melepaskan rasa rindu yang telah menyeret puluhan tahun. Yang terakhir mereka bertemu, waktu itu Sunimah dan Khotijah masih kecil.


Dikira gugur

Adik Supiah, Sunimah dan Khotijah, tidak berharap akan bertemu kembali dengan Amad.

Tidak ada kabar tentang Amad semenjak dia meninggalkan rumah terakhir kali. Keluarga pikir Amad sudah tewas saat dia melawan penjajah.

Pada suatu kesempatan, Sunimah, adik bungsu Supiah, akan menceritakan, ketika Amad pergi bertugas, Supiah jarang berbicara tentang suaminya yang sedang bertugas ke Sulawesi.

Namun, sampai dia meninggal, Amad tidak kunjung kembali.

“Saudara laki-lakiku dulu kan tidurnya di samping saya jadi sering cerita-cerita suaminya yang melakukan tugas di Sulawesi. Mau menemukannya ya tidak bisa kan tidak ada informasi saat itu, jadi hanya pasrah, sekarang bertemu ya sangat senang sekali terharu, seperti mimpi,” ungkap Sunimah.


Penghormatan untuk Supiah

Amad sedang melepaskan sedikit waktu untuk bertemu dengan keluarganya dan meregangi obat rindu. Setelah itu, dia segera menuju ke makam istrinya yang telah ia carinya selama puluhan tahun.

Sambil membawa sebungkus bunga, Amad mengangkat tangannya sebagai bentuk penghormatan kepada Supiah.

Air mata Amad disenjatuhkan dan menetes tepat di atas kuburan Supiah.

“Saya menghormati istri saya bernama Supiah, dia akrab disapa Suci, meninggal pada tahun 1954 ketika saya melaksanakan tugas. Saya tidak dapat memberikan persetujuan sebelumnya, karena ia telah meninggal. Hanya tahun 2025 ini saya bisa berada di makam istri saya yang saya cintai, namanya Supiah,” kata amad di dekat makam istrinya.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *