Mandeknya pembentukan Peraturan Daerah (Perda) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) sepanjang tahun 2025 akhirnya terkuak. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kuansing, Desi Guswita, secara blak-blakan mengakui adanya hambatan signifikan yang menyebabkan pihaknya belum optimal dalam merumuskan Perda. Menurut Desi, salah satu kendala utama adalah minimnya fasilitas, khususnya ketiadaan staf pendukung bagi Bapemperda. “Bagaimana kami mau melahirkan Perda, saya saja selaku Ketua Bapemperda sampai saat ini tidak diberi staf,” ujar Desi dengan nada prihatin.

Desi menambahkan, jika masyarakat mempertanyakan mengapa belum ada Perda yang dihasilkan, jawabannya adalah karena fasilitas kerja yang tidak memadai. “Ya bagaimana kami mau bekerja, kami saja tidak difasilitasi staf oleh Sekwan itu,” tegasnya.

Polemik internal DPRD Kuansing semakin memanas dengan pengakuan Desi yang menerima ancaman melalui pesan WhatsApp dari sesama anggota dewan. Ancaman tersebut muncul setelah Desi secara terbuka menyuarakan “bobroknya” kondisi DPRD Kuansing saat ini. Desi secara lantang menyerukan agar Surat Pertanggungjawaban (SPJ) seluruh anggota dewan dibuka ke publik demi transparansi. Ia juga menyayangkan tindakan oknum yang mempublikasikan SPJ pribadinya, padahal perjalanan dinas tidak hanya dilakukan oleh dirinya.

Dalam tangkapan layar percakapan WhatsApp yang beredar, terlihat salah satu anggota dewan memberikan peringatan kepada Desi, “buk maaf.. Jangan gara2 satu orang lembaga dewan dicampuri ya buk desi. ingat ya buk desi.” Menanggapi hal tersebut, Desi membalas dengan nada bertanya, “Loh,” dan melanjutkan, “Kan ab tau saya yg mereka korban kan.” Desi juga mengungkapkan kekesalannya terhadap pihak yang seharusnya bertanggung jawab, “Harusnya marahi itu sekwan. Ulah dia lah ini semua. Semut aja jika di pijak juga menggigit.” Ia merasa menjadi korban dan menyayangkan pemberitaan terkait SPJ dirinya.

Lebih lanjut, Desi mempertanyakan mengapa SPJ dirinya yang dibuka, sementara ia telah melarang salah satu oknum media untuk mempublikasikan. “Kenapa tetap di buka? Kenapa tak ada yang larang (oknum wartawan, re)? Bukannya dia media DPRD? jadi siapa yang harus bertanggung jawab?” Percakapan tersebut ditutup dengan pernyataan Desi yang merasa disalahkan dan menjadi korban, “Jangan nyalahkan saya saja bang, saya ini justru korban.” Di bagian bawah tangkapan layar, Desi menuliskan, “Waduchhh,,, mulai di ancam saya gaes.”

Situasi ini mengindikasikan adanya ketegangan dan konflik internal yang serius di tubuh DPRD Kuansing, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja legislatif dalam menghasilkan produk hukum daerah. Sayangnya Sekwan Kuansing belum memberikan keterangan seputar tudingan yang dialamatkan kepadanya terkait polemik yang terjadi di tubuh DPRD Kuansing. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon beberapa hari lalu sudah dilakukan. (hen)