Pekanbaru (RA) – Pengamat hukum pidana dari Universitas Riau, Erdiansyah, menyatakan bahwa dugaan keterlibatan delapan pejabat Pemerintah Kota Pekanbaru dalam kasus dugaan suap yang menjerat mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, masih perlu pembuktian lebih lanjut. Menurutnya, publik harus menunggu proses hukum yang sedang berlangsung, termasuk hasil pengembangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta fakta-fakta yang akan terungkap di persidangan. “Ini masih mungkin berkembang. Namun, untuk sementara, penyidik KPK tentu harus mengumpulkan bukti-bukti tambahan,” ujar Erdiansyah, Jumat (2/5/2025), menanggapi sidang perdana yang digelar Selasa (29/4/2025) lalu di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap sejumlah nama pejabat Pemko Pekanbaru yang disebut menyerahkan uang kepada Risnandar. Nama-nama tersebut antara lain Reza Pahlevi, Zuhelmi Arifin, Alex Kurniawan, Yuliarso, dan Edward Riansyah. Selain itu, dalam sidang terpisah, turut disebut nama Zulfahmi Adrian, Yulianis, dan Hariyadi Rusadi Natar sebagai pihak yang menyerahkan uang kepada dua terdakwa lainnya, Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila.
Namun demikian, Erdiansyah menekankan pentingnya asas kehati-hatian dalam proses hukum. “Kalau bicara suap, tentu ada dua pihak: pemberi dan penerima. Tapi kita belum bisa simpulkan tanpa fakta-fakta persidangan yang jelas. Semua harus dibuktikan secara sah dan meyakinkan,” katanya. Erdiansyah menjelaskan, dalam perkara suap atau gratifikasi, unsur penting yang harus dibuktikan adalah adanya hubungan kausal antara pemberian uang dan tujuan tertentu dari penerima. “Kalau gratifikasi, harus ada sesuatu yang diberikan dan ada kepentingan atau keinginan tertentu di balik itu. Jadi, kita tunggu saja bagaimana fakta-fakta ini berkembang,” tambahnya.
Erdiansyah juga menegaskan, jika nantinya terbukti delapan pejabat itu memberi suap, maka sanksi hukum maupun administratif bisa diberlakukan. “Jika terbukti di pengadilan, tentu sesuai aturan, bisa saja jabatan mereka dicopot. Tapi itu bergantung pada hasil persidangan,” tegasnya. Dalam perkara ini, Risnandar diduga menerima suap sebesar Rp895 juta. Sedangkan Indra Pomi Nasution disebut menerima Rp1,225 miliar. Uang itu diserahkan di berbagai lokasi, mulai dari rumah dinas hingga toko pakaian di Jalan Sudirman.