Menurut Adita Irawati, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, kerja sama ini akan dilanjutkan dengan diskusi lintas kementerian.
13 Januari 2025, Senin.
MBG sudah terlaksana sejak sepekan yang lalu, tepatnya pada Senin, 6 Januari 2025. Program ini memantau para siswa mulai dari tingkat SD hingga SMA, kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di atas lima tahun (balita). Program tersebut menarik perhatian Jepang yang juga mendapat kesuksesan dari program serupa.
Karena itu, program tersebut juga masuk dalam poin yang dikerjasamakan dan disepakati selama kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Jepang Shigeru Shiba yang diterima oleh Presiden RI Prabowo Subianto pada Sabtu, 11 Januari 2025, dalam Istana Kepresidenan di Kota Bogor, Jawa Barat.
“Kami akan mengadakan pelatihan kerja sama, termasuk simulasi makan siang di sekolah, pengiriman ahli dan bantuan untuk meningkatkan sektor perikanan dan pertanian dengan cara memanfaatkan berbagai pengalaman Jepang,” kata Menteri Perdana Menteri Ishiba dalam keterangan pers bersama Jepang-Indonesia pada Sabtu, 11 Januari 2025.
Di Jepang telah menjadi bagian resmi dari kurikulum sekolah Jepang sejak 1954. Lantas, apa saja perbedaan antara program makan siang sekolah di Jepang dan makanan bergizi gratis di Indonesia?
1. Sasaran
Di Jepang, masakan makanan siang sekolah ditujukan untuk siswa sekolah, sementara itu pengiriman Makanan Bergizi dalam (MBG) di Indonesia ditujukan kepada siswa dari TK sampai SMA, kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak di bawah lima tahun (balita).
2. Dibuat di Kitchen Sekolah
Ahli gizi dari seluruh distrik sekolah di Jepang bekerja sama untuk membuat menu makan siang sehari-hari yang diperbarui berdasarkan pedoman gizi dan target yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Ahli gizi kemudian memantau pembuatan makan siang di dapur sekolah setiap harinya, menyesuaikan menu untuk kebutuhan khusus setiap sekolah.
Sementara itu, di Indonesia, makanan tersebut diproses di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, lalu didistribusikan ke sekolah-sekolah.
3. Menu Variatif
Paragraf tersebut akan mencakup makanan utama seperti kwetiaw dingin, sapi, dan ikan, laukan seperti salad, sup, atau sayuran, dan buah-buahan atau hidangan penutup.
Biasanya terdiri dari nasi putih yang di masak, hidangan utama, lauk dan sup, di samping dengan hidangan penutup dan susu.
Bedasarkan Jepang, hidangan makanan bergizi gratis di Indonesia lebih banyak berupa hidangan makanan khas rumah, dengan daging ayam dan telur sebagai sumber protein, di samping itu menu MBG punya variasi yang tidak terlalu banyak.
3. Pendidikan gizi
Banyak ahli gizi sekolah di Jepang telah memperoleh peran kredensial untuk membantu dalam fasilitasi program pendidikan makanan yang disebut
bertujuan untuk meningkatkan praktik dan pengetahuan tentang pola makan sehat dan ramah lingkungan di masyarakat Jepang secara luas, dengan makan siang di sekolah sebagai sumber belajar utama bagi siswa sekolah dasar.
Sementara itu, distribusi makanan bergizi gratis di Indonesia belum mencakup pengetahuan makanan bergizi secara teoritis.
4. Siswa Ambil Peran
atau makan siang di sekolah, siswa belajar banyak hal seperti nutrisi, pola makan, tanggung jawab, dan sebagainya. Semua anak mengambil giliran dalam tugas melayani, dan dengan melakukan itu mereka belajar sesuatu tentang kebersihan, tanggung jawab, dan kerja tim. Setelah semua orang dilayani, anak-anak akan makan bersama di kelas mereka.
Anak-anak kemudian membersihkan tempat makan mereka sendiri, lalu membawa semuanya ke dapur untuk dibereskan oleh staf. Sementara itu, sistem studi bebas makan belum melibatkan siswa.
5. Ada Makanan Penutup Khusus
Untuk menghindari kebosanan terhadap menu yang sama setiap hari, berdiri sebuah tradisi di Jepang pada hari tertentu di mana murid-murid diberi kesempatan untuk menikmati penutup khas setiap musim. Sementara itu, kebijakan MBG di Indonesia tidak melakukan penyampaian penutup kewisatarisan segala. Lalu biaya MBG di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 10 ribu per anak.
6. Tidak gratis
Sebenarnya tidak gratis, orang tua siswa harus tetap membayar untuk mendukung program ini. Meskipun begitu, harga yang harus dikeluarkan masih bisa dicapai.
Membantu dalam menulis artikel ini.