Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan pedoman teknis terkini tentang pembuatan bukti tagihan pajak (faktur pajak) untuk pajak nilai tambah (PPN).
Aturan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 yang berlaku sejak 3 Januari 2025. Langkah ini dilakukan untuk menunjang penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyatakan bahwa aturan ini disusun berdasarkan usulan dari masyarakat.
“Berdasarkan aspirasi dan kontribusi dari masyarakat, pemerintah menyadari adanya kebutuhan pelaku usaha untuk dapat melaksanakan persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK 131 Tahun 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi tanggal 4 Januari 2025.
Masa Transisi Tiga Bulan
Untuk memberikan waktu adaptasi, pemerintah menetapkan masa transisi selama tiga bulan, mulai dari 1 Januari hingga 31 Maret 2025. Durasi ini memberi pelaku usaha kesempatan untuk menyesuaikan sistem administrasi dalam menerbitkan tagihan pajak.
Dwi Astuti menjelaskan bahwa faktur pajak yang diterbitkan atas penyerahan selain barang mewah, dengan mencantumkan nilai PPN terutang, adalah:
- Bersihkan 1 persen dari harga jual tinggi dengan berkali-kali harga jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x harga jual), atau
- Pada hakikatnya 12% perlu dikalikan dengan harga jual kurang 1%, yaitu (12% x 11/12 x harga jual), lalu hasilnya dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi.
Pengaturan Kelebihan PPN
Jika terjadi kelebihan pemungutan PPN 1 persen dari yang seharusnya 11 persen sedangkan yang dipungut sebesar 12 persen, pengaturan yang diberlakukan yaitu:
- Pembeli dapat meminta pengembalian pajak nilai tambah (PNP) yang lebih tinggi kepada penjual.
- Penjual yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) harus mengganti faktur pajak untuk mengurus pengembalian tersebut.
Fokus pada Barang Mewah
Sekarang, pemerintah menetapkan tarif PPN sebesar 12% hanya untuk barang mewah melalui Surat Kepatuhan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 yang ditanda tangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Desember 2024.
Tarif ini berlaku bagi barang-barang mewah seperti kendaraan bermotor dan barang yang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sebaliknya, barang dan jasa di luar kategori tersebut dikenakan tarif PPN yang efektif 11 persen. Ini diatur melalui mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain, yaitu 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. DPP nilai lain ini kemudian dikalikan dengan tarif PPN sebesar 12 persen.
Tetapi, nilai lain tidak berlaku untuk Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) terjadwal yang secara khusus dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan nilai lain atau besaran tertentu seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan lainnya.
Langkah pemerintah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan administrasi bagi para pelaku usaha.
“Saya berharap kebijakan ini mampu mendukung implementasi Peraturan Menteri Kesehatan 131 Tahun 2024 dengan tetap memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat,” kata Dwi Astuti.