Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, muncul sebagai sosok yang sangat populis dan sederhana. Dia bukanlah bagian dari elite politik tradisional, namun berhasil meraih popularitas di mata publik. Berawal dari jabatan Walikota Solo, Jokowi kemudian menjabat sebagai Gubernur Jakarta sebelum akhirnya menjadi Presiden RI selama dua periode.

Seiring berjalannya waktu, ekspektasi masyarakat terhadap Jokowi semakin tinggi. Mereka berharap akan terjadi perubahan besar di Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. Namun, harapan tersebut mulai memudar seiring dengan berbagai kebijakan dan tindakan kontroversial yang diambil oleh pemerintahan Jokowi.

Publik yang dulunya begitu mencintai Jokowi, kini mulai merasa kecewa. Mereka merasa bahwa Jokowi tidak lagi menjadi representasi dari harapan baru bagi demokrasi. Berbagai kebijakan dan tindakan yang diambil oleh Jokowi dinilai tidak sesuai dengan ekspektasi yang telah dibangun sebelumnya.

Salah satu pemicu kekecewaan publik terhadap Jokowi adalah terkait dengan majunya putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilkada 2020. Hal ini dianggap sebagai awal dari praktik dinasti politik yang mulai terlihat dari keluarga Jokowi.

Isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode juga menjadi sorotan tajam publik. Meskipun Jokowi membantah gagasan tersebut, namun hal ini menambah keraguan publik terhadap integritas dan komitmen Jokowi terhadap prinsip demokrasi.

Pada akhir masa jabatannya, Jokowi mendapat kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, mahasiswa, dan ekonom. Dia dituduh mengintervensi konstitusi dan menyalahgunakan wewenangnya demi kepentingan pribadi, terutama terkait dengan pencalonan putra sulungnya dalam Pemilu 2024.

Kesalahan terbesar Jokowi dinilai terletak pada bagaimana harapan yang terlalu tinggi dibangun oleh publik, namun tidak mampu dipertahankan. Publik mulai merasa dikhianati oleh Jokowi yang seolah-olah menjadi bagian dari sistem yang selama ini dihancurkannya.

Dengan berbagai kontroversi dan kekecewaan yang mengitarinya, Jokowi kini menjadi sosok paradoks dari apa yang pernah diwakilinya. Publik yang dulunya mencintainya, kini mulai merasa kecewa dan menuntut perubahan yang lebih baik untuk masa depan Indonesia.